Calon Arang Ibu Sejati

Di desa Girah, wilayah Kerajaan Daha hiduplah seorang janda, yang bernama Calon Arang, yang mempunyai anak yang sangat cantik, Retna Manggali nama gadis itu. Meskipun sangat cantik, banyak pria di kerajaan tersebut yang takut meminangnya, karena ulah ibunya yang senang menenung orang. Maklum saja, Calon Arang ini seorang dukun yang sakti mandraguna di jamannya.

Hal itulah yang menyebabkan kemarahan Calon Arang, mengapa tidak ada satu pria pun yang sudi melamar anaknya. Maka dia membacakan mantra tulah, sehingga muncul malapetaka dahsyat yang melanda desa Girah dan sekitarnya, pada akhirnya melanda seluruh wilayah Kerajaan Daha. Tulah itu menyebabkan banyak penduduk pagi hari sakit sore hari menjadi mayat.

Raja Airlangga, penguasa Daha marah besar dan berusaha melawan janda dari Girah itu. Jagad dewabatara, kekuatan Raja Airlangga tidak mampu menandingi kesaktian Calon Arang. Sang raja bingung dan pusing tujuh keliling. Akhirnya, Raja Airlangga memerintahkan Empu Baradah, penasihat spiritualnya untuk melawan Calon Arang. read more

Dongeng dari Istana Bawah Tanah

Di tengah hutan, seorang penebang kayu berjalan sambil matanya melihat-lihat ketinggian pohon, memilah pohon mana yang akan ditebangnya. Kaki penebang kayu itu terantuk sebuah besi, dan membuatnya jatuh dan mengerang kesakitan karena kaki kirinya terjepit besi ini. Dia sibakkan daun-daun kering yang menutupi besi tersebut. Dia terkejut, dia menemukan kayu, mirip pintu ruang bawah tanah. Rupanya, kakinya tadi terantuk besi pegangan pintu.

Dia penasaran ingin membuka pintu bawah tanah tersebut, barangkali di bawah sana tersimpan harta karun, begitu pikirnya. Dia menghancurkan gembok pintu dengan kapaknya. Pelan-pelan dia buka pintu, ada tangga turun di sana. Dengan hati-hati dia mulai turun, ruangan semakin gelap. Tetapi tidak lama, dia segera menemukan cahaya yang terang benderang. read more

HM

“Pelangiku,” bisik Bumi, “tataplah aku”.
Tangan Bumi menyentuh lembut bahunya. Temaram cahaya di kamar itu cukup bagi mereka berdua untuk saling bertatapan dan entah siapa yang memulai, mereka membiarkan diri hanyut dalam pelukan. Pelangi merapatkan tubuhnya erat-erat seakan takut kehilangan sesuatu yang telah dia temukan. Bumi pun menyambutnya, melindunginya.

Kembali, mereka saling menatap, embusan angin yang dahsyat seakan memenuhi ruangan, menyapu semua ketakutan, keraguan dan kegelisahan. Penuh kerinduan, tangan mereka saling bersentuhan, mereka berciuman. Inikah angin atau apikah yang menelan mereka? read more