Calon Arang Ibu Sejati

Di desa Girah, wilayah Kerajaan Daha hiduplah seorang janda, yang bernama Calon Arang, yang mempunyai anak yang sangat cantik, Retna Manggali nama gadis itu. Meskipun sangat cantik, banyak pria di kerajaan tersebut yang takut meminangnya, karena ulah ibunya yang senang menenung orang. Maklum saja, Calon Arang ini seorang dukun yang sakti mandraguna di jamannya.

Hal itulah yang menyebabkan kemarahan Calon Arang, mengapa tidak ada satu pria pun yang sudi melamar anaknya. Maka dia membacakan mantra tulah, sehingga muncul malapetaka dahsyat yang melanda desa Girah dan sekitarnya, pada akhirnya melanda seluruh wilayah Kerajaan Daha. Tulah itu menyebabkan banyak penduduk pagi hari sakit sore hari menjadi mayat.

Raja Airlangga, penguasa Daha marah besar dan berusaha melawan janda dari Girah itu. Jagad dewabatara, kekuatan Raja Airlangga tidak mampu menandingi kesaktian Calon Arang. Sang raja bingung dan pusing tujuh keliling. Akhirnya, Raja Airlangga memerintahkan Empu Baradah, penasihat spiritualnya untuk melawan Calon Arang.

Untuk mengalahkan Calon Arang, Empu Baradah mengambil siasat. Dia datang ke rumah Calon Arang, meminang Retna Manggali untuk dijadikan istri bagi murid kesayangannya, Bahula.

“Arang, aku datang ke sini untuk meminang anakmu yang akan aku jodohkan dengan muridku. Apakah kamu setuju?” tanya Empu Baradah ketika sampai di rumah janda Girah itu.

“Sebentar, Baradah. Aku curiga dengan niatmu meminang anak gadisku. Kamu pasti akan mencuri ilmuku dan membunuhku kan?” Mata Calon Arang nanar menatap Empu Baradah, dan melanjutkan bicara, “Aku rela kehilangan ilmu dan mati di tanganmu, tapi jangan karena hal ini kamu ingin mengawinkan anakku dengan muridmu”.

“Sabar dulu napa?!” goda Empu Baradah, lalu berkata, “Memang aku akui, rencanaku mengawinkan Retna Manggali dengan Bahula supaya kamu menghentikan membunuhi semua orang yang tidak berdosa. Aku tidak akan mengambil kesaktianmu”

“Benar, cuma itu alasanmu?” tanya Calon Arang.

“Ho-oh” Empu Baradah menjawab singkat.

Demi anaknya Calon Arang menghentikan menebar teluhnya.

Singkat cerita, Bahula resmi menjadi menantu Calon Arang. Tidak sampai setahun, Calon Arang mendapatkan cucu. Hati Calon Arang senang bukan main. Pagi sampai sore waktunya habis untuk mengasuh cucu tersayang, hingga padepokan yang dipimpinnya terbengkalai bahkan terlupakan. Lalu bagaimana dengan rencana awal Empu Baradah yang sebenarnya ingin membunuh Calon Arang, padahal sesungguhnya dia minta kepada Bahula untuk mencuri buku mantra sakti milik Calon Arang?

Wahai kawan, Bahula ternyata lupa akan tugas yang dibebankan gurunya itu. Dia terlarut dalam pesona kesempurnaan kecantikan Retna Manggali.

Empu Baradah memanggil Bahula, menanyakan tugas yang harus diembannya.

“Saya kasihan dengan Retna Manggali, guru. Nanti kalau Calon Arang mati, Retna Manggali pasti akan berduka dan dia tidak mencintai saya lagi, karena saya telah mengkhianati cintanya. Toh, Calon Arang sekarang sudah tidak berulah lagi dengan membunuh banyak orang. Lagi pula para brahmana sudah salah duga terhadap ajaran milik Calon Arang,” Bahula memberikan alasan panjang lebar.

Dengan takzim Empu Baradah mendengarkan penjelasan Bahula yang ternyata masih berlanjut.

Pada suatu malam, Retna Manggali yang sedang berbaring di sebelah Bahula menanyakan apakah Bahula benar-benar mencintainya, tanpa maksud yang lain dengan mengawininya. Dia bercerita, ibunya benar-benar marah sampai menebarkan teluh karena hatinya tersinggung, anak perempuan satu-satunya tidak ada yang mau mendekatinya hanya karena dia anak seorang yang diduga menyebarkan ajaran sesat.

Retna Manggali berkata,  “Aku tahu, rencana awal kakang mengawiniku hanya untuk mencuri buku mantra sakti milik ibuku, makanya aku tadi menanyakan apakah kakang benar-benar mencintaiku, setulus hati.”

“Memang benar apa yang kamu katakan. Tapi begitu aku bertemu denganmu, aku benar-benar jatuh cinta. Aku singkirkan tugas dari guruku, Empu Baradah. Sebetulnya, ibumu itu diasingkan oleh para brahmana karena ibumu diduga mengajarkan hal yang sesat dan ada sebagian yang iri terhadap ilmu kanuragan ibumu. Bahkan Raja Airlangga kuatir ibumu akan menggunakan kekuatannya untuk mendongkel singgasananya,” kata Bahula.

“Di mataku maupun murid-murid padepokan ini, ibu seorang perempuan sempurna. Ajaran yang diberikan semua tentang budi pekerti. Bagiku, dia seorang ibu yang sejati. Sejak ayahku meninggal saat aku kecil dulu, dengan telaten ibu mengasuhku hingga sekarang ini. Kamu boleh kok untuk membaca buku mantra sakti milik ibu. Kamu tidak akan menemukan ajaran sesat di sana,” kata Retna Manggali.

Empu Baradah manggut-manggut mendengarkan cerita Bahula, tapi dalam hatinya tidak percaya begitu saja.

~oOo~

Di balairung istana, Raja Airlangga memerah mukanya. Ia menggebrak meja..
“Guskar, ini dongeng apa-apaan sih. Kenapa lu baik-baikin si Calon Arang… dongeng yang menyesatkan…!” teriak Airlangga.
“Sudah marahnya?” saya menyelanya, “suka-suka gue dong…gue kan yang punya blog!!!”
Airlangga makin kalap, “Prajurittttttttttt………penggal kepala Guskar!!!!”