Jadi Caleg Kok Tidak Pede

Salah satu pemandangan yang jamak saya lihat sepanjang perjalanan ke kantor adalah berjejernya spanduk, poster dan baliho gambar-gambar caleg yang akan berebut kursi legislatif di tahun 2009. Kalau saya amati, slogan-slogan mereka hampir seragam. Berjuang untuk kepentingan rakyat, bahkan ada beberapa caleg yang pernah duduk di periode sebelumnya menjual “kemiskinan” rakyat. Lha, pada saat mereka menjadi pengambil keputusan dan kebijakan apa yang mereka perjuangkan untuk rakyat? 

Berbagai macam gaya dapat kita saksikan di sana. Ada yang tersenyum, ada yang termenung (caleg ini menyangga dagunya, wajah tidak melihat ke kamera), ada juga yang tegang. Untuk saat-saat sekarang masih saya lihat beberapa ucapan “selamat idul fitri 1429 H” dan ditambahi embel-embel di belakang kalimat itu, mohon doa restu untuk maju jadi caleg, dengan menyebutkan nama dan daerah pilihan mereka. 

Kalau saya amati lebih jauh, para caleg ini rupanya kurang pede, entah karena tidak mampu atau tidak dikenal masyarakat luas. Foto atau gambar mereka tidak sendirian, tetapi dengan background gambar seorang perempuan berbadan makmur. Barangkali mereka akan mengatakan, ini loh saya, didukung oleh tokoh yang fotonya ada di belakang saya. 

Ya, tidak apa-apa sih. Tapi rakyat pasti sudah cerdas dalam memilih wakilnya, siapa yang layak duduk mewakili mereka di legislatif nanti. Seleksi alam akan berlaku pada Pemilu 2009.

Berhala Ponsel

Pengguna ponsel tidak mengenal lagi status sosial seseorang. Siapun sekarang ini menggunakan ponsel. Bayangkan, dengan harga 200 ribuan, orang bisa memiliki ponsel.

Ponsel memang barang ajaib. Selain untuk berkomunikasi secara telewicara bisa digunakan untuk mengirim data, berselancar di dunia maya atau untuk menyimpan lagu-lagu yang jumlahnya ratusan. Sepertinya, kita tidak dapat “hidup” tanpa ada ponsel di tangan kita. Benarkah?

Saya sedang belajar tidak tergantung kepada ponsel, karena benda ini telah menjadi “berhala” bagi kehidupan saya. read more

Koreksi Buat Kancilnya Masdi Soenardi

Cerita kancil dari masa ke masa selalu saja digemari oleh anak-anak, khususnya anak Indonesia. Pun dengan cerita kancil yang tiap minggunya nongol di CMI. Saya ada sedikit koreksi tentang gambar kancil karya Masdi Soenardi.

Kancil punya nama ilmiah Tragulus javanicus. Panjang tubuhnya dari hidung hingga ujung ekor kurang lebih 40 cm, ditopang 4 tungkai yang langsing. Bila berdiri tegak, tingginya sampai bahu 20 cm. Sikap tubuhnya merunduk, ciri khas penghuni hutan. Berat badannya tak lebih dari 20 kg. Warna Rambutnya yang lembut berkisar antara coklat hingga coklat kemerahan.

Bagaimana bila dia bertemu musuhnya? Kancil akan pura-pura mati. Badannya dirapatkan di tanah dan napasnya ditahan. Ach, kancil memang cerdik.

Tabloid Cempaka Minggu Ini, 20 September 1989 dalam rubrik Sambungrasa