Wangsit Prabu Siliwangi

Judul : Prabu Siliwangi • Penulis : E. Rokajat Asura • Penerbit : Edelweis, 2009 • Tebal : 457 halaman

Prabu Siliwangi (1482 – 1521) putra Dewa Niskala, berhasil menyatukan Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda, menghantarkan Pajajaran mencapai puncaknya. Sosok raja digdaya yang dihormati rakyat dan disegani musuh ini memiliki bala tentara yang hebat, siap menghalau musuh dan menyabung nyawa mempertahankan kerajaan. Siapa sangka, helaan nafas dendam dan semburat darah terpecik di Pajajaran, bukan karena kedatangan musuh melainkan ia berseberangan prinsip dengan putra mahkotanya, Walangsungsang. Masalah keyakinan baru yang dipeluk anaknya : Islam.

“Jika pohon yang meranggas itu adalah kerajaan kita dan yang berteduh di bawahnya adalah ayahmu, Walangsungsang, apa kau juga akan tetap menumbangkan pohon itu?” bentak Prabu Siliwangi, dadanya turun naik tak biasanya. Kemarahan sedang membakar hatinya. Walangsungsang bergeming.

Kelak, ia pun tak punya pilihan lain selain harus berhadapan dengan ayahnya sendiri, sekalipun tidak dimaksudkan untuk saling menghinakan. Ia datang untuk membuat parit-parit agar mampu mengalirkan ajaran Islam merata ke seluruh persada.

Judul : Wangsit Siliwangi • Penulis : E. Rokajat Asura • Penerbit : Edelweiss, 2009 • Tebal : 441 halaman

Novel ini lanjutan novel sebelumnya, Prabu Siliwangi. Ketegangan antara Prabu Siliwangi dengan Pangeran Cakrabuana (nama Walangsungsang, setelah memimpin Cirebon) memuncak setelah hubungan Cirebon-Demak semakin mesra di satu pihak, sementara di pihak lain Pajajaran sendiri mulai main mata dengan Portugis yang baru menguasai Malaka. Kemesraan hubungan Cirebon-Demak ditandai dengan dipersatukannya para putra kedua negeri itu dalam ikatan perkawinan.

Pergeseran kehidupan akibat hadirnya Islam ini, dinilai oleh Prabu Siliwangi menjadi sumber petaka bagi Pajajaran. Sejatinya ketidaksenangan Prabu Siliwangi bukan terhadap Kesultanan Cirebon dan Islam semata, melainkan karena hubungan dengan Demak yang terlalu akrab.

Di novel ini, sikap kepahlawan banyak diungkapkan. Pahlawan bagi negerinya, belum tentu pahlawan bagi keluarganya. Ayah dan anak, harus berperang demi membela negerinya masing-masing.