Emak Ingin Naik Haji

Judul : Album Cerita Pilihan : Emak Ingin Naik Haji • Penulis : Asma Nadia • Penerbit : AsmaNadia Publishing House, 2009 • Tebal : xxv + 176 halaman

Ini cuplikan cerpen Emak Ingin Naik Haji :

Kemarin Emak bertanya padanya,

“Kalau jalan kaki, berapa jauh Zein?”

Jalan kaki dari sini ke Mekkah?

Sri, anak Juragan Haji pernah cerita. Katanya jamaah dari Afghan atau Pakistan banyak yang tidur di emperan kamar mandi atau di mana saja. Toh Rosul pun tidak tinggal di hotel bintang lima dulu.

Jika tempat tinggal tidak masalah, mau rasanya dia menggendong Emak dan membawanya berhaji. Tapi…

“Jaman sekarang kagak mungkin, Mak.”

Emak menundukkan kepala, merayapi daster batik kusam yang dipakainya. Tidak lama, sebab satu pikiran mencerahkan wajah perempuan itu lagi.

“Masjidnya bagus di sono, ya Zein? Lampunya banyak,” Emak terkekeh.

“Eh, berape sekarang ongkosnya, Zein?”

“ONH biasa atau plus, Mak?”

Emak tertawa. Beberapa giginya yang ompong terlihat.

“Kagak usah plus-plusan. Mak kagak ngerti.”

“Kalo kagak salah tiga ribu lima ratusan.”

“Murah itu!”

Kali ini Zein tertawa.

“Pakai dollar itu, Mak. Kalo dirupiahin mah tiga puluh lima jutaan.”

Suara riang Emak kontan meredup, “Dulu sih kita punya tanah. Tapi keburu dijual waktu Bapak sakit.”

Beberapa saat Emak hanya menghela napas panjang. Suaranya kemudian terdengar seperti bisikan, “Mak pengin naik haji, Zein… pengin banget.”

Terlontar juga.

Hati Zein berdesir perih.

Hingga usia Emak setua sekarang, perempuan itu belum pernah minta apa-apa padanya. Tidak radio atau tivi, atau kasur yang lebih baik menggantikan kasur tipis yang dipakai Emak. Tidak juga untuk sehelai pakaian baru.

Ketika saya membaca sampai di kalimat ini, saya menyeka air mata. Saya ingin mengetahui lebih lanjut, bagaimana perjuangan Zein mewujudkan keinginan Emaknya. Apakah perjuangan Zein bisa disebut bentuk dari kepahlawanan?