Untuk urusan gasik, Pak Bos memang jagonya. Gasik itu istilah bahasa Jawa yang artinya datang (paling) pagi atawa lebih duluan datang dari waktu yang telah ditentukan. Ia biasa datang ke kantor jam setengah tujuh pagi (bahkan bisa lebih pagi dari itu), sementara jam resmi kantor buka jam delapan. Padahal, jarak rumah ke kantornya bangsa 60 atawa 70 km-an. Dan kebiasaan itu sudah dilakoninya selama puluhan tahun.
Tak hanya urusan ke kantor yang datangnya gasik. Menghadiri undangan rapat misalnya, ia akan datang setengah jam sebelumnya. Jika rapat internal. ia sudah akan duduk manis di ruang meeting paling lambat sepuluh menit sebelum rapat dimulai. Mau tak mau, kebiasaan datang gasik ke kantor sering membuat kalang-kabut Mas Obe. Soalnya tak jarang, Pak Bos yang membuka sendiri pintu utama kantor.
~oOo~
Pun untuk urusan berada di bandara. Waktu aman yang ia cadangkan sepanjang dua jam sebelum boarding! Nah, setidaknya tiga kali saya mesti menyesuaikan kebiasaan Pak Bos ini ketika berkesempatan pergi bersama dengannya.
Suatu ketika jadual penerbangan pesawat kami jam 9.35. Paling lambat jam 7, ia akan menunggu di bandara Soekarno-Hatta. Selepas subuh saya berangkat dari rumah, sampai di bandara sekitar jam 6.30. Tak lama kemudian saya terima sms dari Pak Bos, di mana posisi saya. Saya kirimkan sms jawaban ke Pak Bos, sekaligus menanyakan di mana posisinya. Jawabannya, sungguh membuat saya geleng-geleng kepala. Ternyata ia sudah ada di bandara dan menunggu saya di suatu tempat yang ia sebut: nanti setelah proses di imigrasi, kamu belok kiri.
Saat saya berada di loket check in, rupanya Pak Bos sudah memesankan posisi kursi untuk kami. Belakangan saya sadar, kalau Pak Bos sengaja memilih deretan kursi emergency. Terus kami ngapain selama dua jam berikutnya? Kami duduk-duduk di salah satu lounge, menunggu panggilan boarding.
~oOo~
Kejadian sebelumnya ketika perjalanan pulang ke Jakarta, saat itu kami berada di Medan. Jadual pesawat ke Jakarta jam 11 atawa 12-an. Jarak Bandara Polonia ke hotel kami hanya sekitar dua puluh menit perjalanan. Ia minta saya siap-siap jam 8. Maka, dua puluh menit kemudian kami sampai di loket check in bandara. O la la, loket check in belum dibuka. Dengan enteng ia berkata: setidaknya kita sudah aman, sudah berada di bandara.
~oOo~
Pada waktu ada acara ke Bali, saya berangkat duluan dan pulang belakangan. Pak Bos hanya semalam saja berada di sana. Selama di Bali saya menyewa mobil untuk keperluan transportasi di sana. Nah, karena saya ada mobil, saya tawarkan kepadanya besok saya antar ke bandara nggak perlu naik taxi. Ia setuju.
Ketika saya masih meringkuk di tempat tidur, telepon kamar berdering kalau Pak Bos sudah menunggu di lobi hotel. Alamak, masih tiga jam lagi pesawatnya terbang. Saya pun segera cuci muka, ganti baju turun ke lobi untuk mengantarnya ke Bandara. Tak sampai setengah jam, Pak Bos sudah turun di terminal keberangkatan Bandara Ngurah Rai.
~oOo~
Akhirnya, mengambil waktu aman ke bandara saya terapkan juga ketika saya dan keluarga ingin bepergian ke suatu tempat. Meskipun tak jarang pesawat kami mengalami delay berkepanjangan.
Kalau situasinya seperti itu, saya hanya bisa menghibur diri: setidaknya sudah aman, sudah berada di bandara.