Timun Mas vs Buto Ijo

Alkisah, semenjak ditinggal mati suaminya mBok Srintul semakin kesepian. Ia tinggal sendirian di tepi hutan, tanpa anak tanpa saudara. Selama berumah tangga ia memang tiada beranak pinak, apalagi usianya kini sudah mendekati senja.

Pada suatu hari, ia pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar seperti biasanya. Namun kali ini ia berasa sangat letih, sehingga ia duduk di bawah pohon besar sambil beristirahat. Seandainya aku punya anak, pasti ada yang membantuku. Ia bergumam.

Kemudian ia dikejutkan oleh kedatangan raksasa berkulit hijau penunggu pohon besar. Raksasa itu tertawa menggelegar mendengar gumaman mBok Srintul.

“Mengapa engkau tertawa wahai Buto Ijo, bisakah engkau membantuku?”

“Tentu saja bisa, tetapi ada syaratnya!”

Lalu raksasa itu memberi sebutir biji ketimun dan meminta mBok Srintul menanam di halaman rumahnya. Kelak jika ketimun itu sudah tumbuh dan berbuah, ia diminta supaya membelah ketimun itu menjadi dua.

“Lima tahun setelah itu aku akan datang ke rumahmu untuk meminta kembali buah ketimun tersebut. Bagaimana?”

Dan terjadilah kesepakatan di antara keduanya.

***

Biji ketimun yang ditanam mBok Srintul tumbuh subur. Pada suatu pagi ia mendapati pohon ketimunnya telah berbuah ranum berwarna kuning emas. Ia ingat perkataan Buto Ijo, dan segera membelah ketimun menjadi dua bagian. Ahai, betapa terkejutnya mBok Srintul ketika ia mendapati bayi mungil di dalam ketimun. Keajaiban berikutnya, bayi itu membesar seperti ukuran bayi pada umumnya. mBok Srintul kegirangan, ia kini mempunyai seorang anak yang ia namai Timun Mas.

Anak perempuan dalam asuhan mBok Srintul itu tumbuh sehat dan membuat kehidupan mBok Srintul hanya ada rasa bahagia saja. Semakin hari ia semakin sayang kepada Timun Mas. Dan tak terasa lima tahun sudah ia merawat dan mengasuh Timun Mas.

Seperti janji yang telah disepakati, Buto Ijo datang ke rumah mBok Srintul untuk mengambil buah ketimun yang sekarang telah menjelma menjadi anak perempuan usia lima tahun. mBok Srintul meminta penangguhan untuk sepuluh tahun mendatang, agar ia merawat Timun Mas sampai anak itu hidup mandiri. Buto Ijo setuju.

Tahun berganti tahun, dan waktu sepuluh tahun terlampaui juga. Buto Ijo datang lagi. mBok Srintul kembali menolak untuk menyerahkan Timun Mas, dan minta waktu sepuluh tahun lagi. Kali ini Buto Ijo hanya memberikan waktu dua tahun saja.

Setelah itu hari-hari mBok Srintul dihiasi dengan kedukaan. Ia tak ingin berpisah dengan anak kesayangannya.

Syahdan, untuk kali ketiga Buto Ijo mendatangi rumah mBok Srintul. Rumah itu sepi, mBok Srintul dan Timun Mas bersembunyi di suatu tempat di pinggir hutan. Buto Ijo meninggalkan rumah mBok Srintul tanpa membawa hasil. Esoknya ia kembali lagi, tetapi kali ini ia dijanjikan mBok Srintul supaya datang dua hari lagi, karena Timun Mas sedang ia suruh ke desa tetangga.

Kehadiran Buto Ijo pada hari yang dijanjikan, membawa serta kemarahan dan ancaman. Ia tak mau ditolak lagi. Namun, ia sungguh terpana ketika mendapati mBok Srintul dan Timun Mas mempersiapkan perlawanan terhadapnya.

“Ayo kejar dan tangkaplah aku Buto Ijo!” teriak Timun Mas sambil berlari menjauhi rumahnya.

Merasa tertantang, Buto Ijo mengejar Timun Mas dan mengabaikan mBok Srintul. Timun Mas entah mendapatkan kekuatan dari mana, dalam pelariannya seperti selalu bisa menghindar dari jangkauan Buto Ijo.

Raksasa itu pun berputus asa, hingga akhirnya ia berusaha melupakan ketimun yang pernah ia pinjamkan kepada mBok Srintul.

Kinasak, dongeng ini aku ceritakan langsung dari mulutku, bukan dari orang lain. O iya, kalau Kisanak belum tahu siapa aku, perkenalkan namaku Buto Ijo. mBok Srintul adalah salah satu dari sekian banyak debiturku yang paling sulit membayar utangnya kepadaku.

Sungguh, menagih utang itu suatu pekerjaan yang menghabiskan energi lahir dan batin.