Tiga haji salah kiblat

Forum Jumat Petang (FJP) dua minggu lalu dilaksanakan di sebuah rumah makan lesehan di pinggir persawahan. Rumah makan yang beberapa waktu lalu baru dibuka tersebut belum pernah sekalipun disinggahi oleh peserta FJP. Penasaran akan suasana dan menu makanan yang disajikan, rumah makan ini menjadi pilihan untuk dicoba.

Setelah memesan makanan dan minuman, lamat-lamat terdengar azan maghrib berkumandang dari kampung seberang persawahan. Sudah menjadi kebiasaan kami, kalau sudah masuk waktu shalat kami akan bergiliran melakukan shalat agar tetap ada yang menunggu makanan datang.

Wis kana, para kaji sing salat dhisik. Mengko aku karo Cak Ganis nusul!” kata Pakde Sapto yang artinya memberikan kesempatan kepada para haji untuk shalat duluan, ia dan Cak Ganis akan menyusul kemudian.

Saya beserta Haji Yono dan Haji Abdul berjalan mengikuti arah petunjuk ke mushola rumah makan. Letaknya di belakang, agak turun dan menyeberangi sungai kecil. Model mushola yang dibikin dari batang kelapa itu terlihat unik.

Kami pun mengambil air wudlu.

Sudah menjadi kebiasaan dan tradisi dalam shalat berjamaah, maka orang yang dianggap paling tua dan fasih dalam bacaan shalat yang ditunjuk menjadi imam. Dan Haji Yono yang kami minta menjadi imamnya. Segera saja Abdul mengumandangkan iqamah.

Iki kiblate neng ngendi, ya?” tanya Haji Yono kebingungan.

Saya dan Abdul tak bisa menjawab pertanyaan Haji Yono yang menanyakan arah kiblat. Saat itu ada satu sajadah yang tergelar melintang di tengah mushola.

Mestine arahe rono, Ji!” saya memberi pendapat. Saya berasumsi, bagian atas sajadah yang bergambar menara masjid menunjuk ke arah kiblat.

Kami pun segera melakukan shalat maghrib berjamaah. Setelah selesai, duduk sejenak untuk berdzikir dan melafazkan doa sapu jagat.

Ketika kami akan keluar mushola, masuklah seorang laki-laki pegawai rumah makan (dilihat dari seragam batiknya). Lelaki itu mengibaskan tangan di rambutnya untuk sekedar mengurangi cucuran bekas air wudlu. Kemudian ia menunduk dan mengambil sajadah yang habis dipakai oleh Haji Yono.

Sajadah itu ia letakkan lagi ke lantai mushola dengan posisi tergeser sembilan puluh derajat ke arah kiri dari posisi semula ketika kami gunakan sebagai arah kiblat.

Berarti awake dhewe maêng salah kiblat,” bisik Abdul. Meskipun suaranya pelan dapat kami dengar dengan jelas.

Ketika salah kiblat tersebut kami ceritakan kepada Pakde Sapto dan Cak Ganis, justru kami jadi bulan-bulanan sepanjang acara FJP.