THR

THR dalam beberapa hari ke depan akan banyak disebut orang, entah itu pekerja formal maupun informal. Semua ingin mendapatkan THR atawa Tunjangan Hari Raya. Bagi karyawan swasta, perhitungan THR sangat terang benderang. THR akan diberikan bagi karyawan yang bekerja minimal 3 bulan (secara terus-menerus). Bagi yang sudah bekerja lebih dari atawa sama dengan 12 bulan akan mendapatkan THR sebulan gaji, sedangkan yang bekerja kurang dari 12 bulan akan mendapatkan THR yang dihitung secara proporsional, misalnya bekerja 6 bulan akan mendapatkan THR 6/12 X Gaji Pokok.

Bro, ternyata tak semua pengusaha mampu/mau membayarkan THR sesuai formula di atas. Maka, hampir saban tahun kita dengar atawa lihat berita tentang unjuk rasa karyawan menuntut THR.

Pak Menteri Tenaga Kerja jauh-jauh hari sudah mengeluarkan surat edaran mengenai pembayaran THR ini yakni melalui SE.05/MEN/VII/2012 tanggal 19 Juli 2012 (belum juga masuk bulan puasa, bukan?). Menurut surat edaran tersebut THR harus dibayarkan paling lambat 1 (satu) minggu sebelum lebaran. Horee… bisa beli baju lebaran!!!

~oOo~

Arkian, kisah mengenai THR yang selalu terjadi setiap tahunnya di sebuah perusahaan.  Pak Direktur menekuri dokumen-dokumen yang berada di atas mejanya. Aneka rupa ekspresi wajahnya saat membaca setiap berkas: melipat jidat, melotot, tersenyum, membuka lebar-lebar matanya atawa kadang menghela nafas panjang. Ya, dokumen yang ia baca memang perkara permintaan THR dari berbagai instansi dan institusi.

Ada proposal THR dari Pak Kades setebal 3 halaman, lembar pertama berupa surat pengantar sedangkan 2 lembar lampirannya berisi daftar penerima THR seperti Pak Kades sendiri, Sekdes, para Kaur, para Kadus, para ketua RT. Proposal berikutnya dari Karang Taruna. Isinya sama, minta THR untuk para pengurusnya, juga para pembina dana penasihatnya yang tak lain Pak Kades dan perangkatnya.

Kemudian berkas beramplop coklat, datang dari Pak Camat. Persis format milik Pak Kades, terutama daftar penerima THR. Siapa lagi kalau bukan Pak Camat dan para stafnya. Ada juga proposal THR dari persatuan wartawan abal-abal, jurnalis yang nggak punya media. Selembar doang, isinya singkat. Minta THR untuk 30 orang wartawan anggotanya.

Dokumen selanjutnya membuat jidat Pak Direktur berkerut yakni proposal dari sebuah ormas yang tiga bulan lalu mendemo perusahaannya. Kok tega-teganya mereka mengajukan proposal minta THR? Nggak salah?

Proposal terakhir yang ia baca membuat ia tersenyum sambil menggelengkan kepala. Dari siapa? Proposal yang dibuat oleh Nyonya Adipati, bukan minta THR tapi minta seratus paket bingkisan lebaran! Dalam suratnya, Nyonya Adipati menulis kalau paket bingkisan lebaran tersebut untuk para tim suksesnya yang telah membantu suaminya duduk sebagai Adipati untuk periode lima tahun mendatang.

Pak Direktur diam sejenak. Ia mengambil penanya dan menuliskan disposisi ke masing-masing proposal tadi:

Maaf, kami belum bisa berpartisipasi.
Kami lebih memprioritaskan THR untuk para karyawan kami.