Kereta itu (barusan) lewat


Selepas shalat asar, para karyawan PT Padeblogan, Tbk siap-siap pulang. Maklum, sepanjang bulan puasa, jam kantor hanya sampai pukul 16.00 untuk memberi kesempatan karyawan dapat berbuka puasa di rumahnya masing-masing. Bukankah berbuka puasa bersama keluarga sebuah kenikmatan yang tiada tara?

Pun dengan Gino, ia pulang agak gasik dari biasanya. Sebelum pulang, biasanya ia akan mengecek semua ruangan. Ia longok ruangan Kyaine, ternyata ada Mas Laire – Deputy Director, yang bergabung dengan PT Padeblogan, Tbk tiga bulan lalu, lagi asyik ngobrol dengan Kyaine. Gino – si OB teladan itu pun melanjutkan pekerjaan ke ruang yang lain.

~oOo~

“Mas, apa belum ada kabar dari teman sampeyan di Solo kapan terbitnya jilid tiga novel Penangsang?” tanya Mas Laire, yang ternyata punya hobi yang sama dengan Kyaine, apalagi kalau bukan perkara sejarah Nusantara masa lalu.

“Belum, je. Eh iya, kajian tentang Patih Gajah Mada piye? Apa sudah ada kesimpulan?” Kyaine ganti bertanya.

“Ya, sebagian besar kawan kita meyakini mahapatih Majapahit itu lahir di Desa Modo, di tlatah Lamongan. Tapi perkara wajah Gajah Mada yang mirip wajah Moh. Yamin itu kita ingin mengubahnya,” jawab Mas Laire.

“Rasanya kita butuh kehadiran Sungging Prabangkara untuk mengambar wajah Mahapatih Gajah Mada,” tukas Kyaine sekenanya.

“Ha..ha.. benar mas. Pas banget itu. Kalau Prabangkara dulu bisa melukis wajah cantiknya Dyah Pitaloka Citraresmi, mestinya ia dengan mudah melukis wajah Gajah Mada toh?” ujar Mas Laire.

Ya, beberapa waktu yang lalu Gajah Mada mengutus Sungging Prabangkara ke Tanah Pasundan untuk melukis wajah seorang putri Kerajaan Pajajaran yang bernama Pitaloka. Berita mengenai kecantikan Pitaloka sampai ke Majapahit dibawa oleh telik sandi Bhayangkari Kerajaan Majapahit. Tugas utama Sungging Prabangkara memindahkan kecantikan Pitaloka ke dalam kanvas, agar Hayam Wuruk bisa tahu betapa cantiknya Pitaloka dan apakah Hayam Wuruk nanti berkenan mempersunting Pitaloka sebagai permaisurinya.

Obrolan jeda sejenak. Tiba-tiba ada semilir angin masuk ke ruang kerja Kyaine. Tak lama, hape jadul milik Kyaine berbunyi, tanda ada SMS masuk. Kyaine segera membaca pesan yang masuk:

Numpang lewat, kyaine… Di stasiun krw arah jkt

Kyaine tersenyum. Mas Liare penasaran. Ia tunjukkan isi SMS itu dan Mas Laire membacanya.

“Ini SMS dari siapa, mas? Lha kok pake minta izin sampeyan. Apa sampeyan yang mbahureksa stasiun Karawang?” tanya Mas Laire sambil tertawa.

“Percaya atawa tidak, yang kirim SMS ini Mpu Drawing Pencil. Beliau sedang dalam perjalanan dari Kerajaan Lebe Gede menuju Kerajaan Sunda Kelapa atawa Jayakarta!” jawab Kyaine serius.

“O iya? Beliau titisan Mpu Sungging Prabangkara kah? Bisa dong beliau menggambar wajah Mahapatih Gajah Mada?” kata Mas Laire.

Kyaine tak menjawab, tangannya sedang sibuk pencet-pencet hape membalas SMS yang masuk tadi.