Ada dongeng lucu, mengharukan sekaligus mencemaskan nalar waras kita terjadi pada sebuah negeri bernama Nusantara.
Akibat ketidaklegowoan menerima kekalahan dalam permainan politik tingkat tinggi, para politisinya unjuk kekuatan. Tentu saja tak berani sendiri tetapi berkelompok dan maujud sebagai gerombolan kaum pecundang. Mereka menjadi pengejawantahan rakyat kebanyakan dan selalu menyerukan: akulah yang paling benar, sedangkan kamu selalu salah!
Muncul ilmu baru dalam dunia politik Nusantara: tidak puas ya bikin tandingan.
Syahdan, ejawantah itu mulai terbukti. Tak tanggung-tanggung: terjadi di ibukota negeri. Ada segerombolan pecundang yang mengangkat gubernur tandingan. Aparat yang mengurusi perundang-undangan bingung mau menindak mereka makanya dibiarkan saja. Karena merasa aman, gubernur gerombolan pecundang itu membentuk perangkat pemerintahan provinsi, termasuk mengangkat camat dan lurah tandingan. Di kampung-kampung masyarakat tak kalah gesit, mereka membentuk Ketua RT dan RW tandingan.
Gerombolan pecundang dari provinsi lain mengamati apa yang terjadi di ibukota. Tak perlu waktu yang lama, wilayah Jawadwipa yang terdiri dari enam gubernuran muncul gubernur-gubernur tandingan. Lalu secara cepat terbentuk Ketua RT dan RW tandingan. Demikian masif cara penularannya. Kini di Swarnadwipa, Borneo, Celebes, serta Papua ikut-ikutan muncul gubernur tandingan, bupati tandingan, camat tandingan, lurah tandingan, hingga tingkat RT pun tandingan.
Dalam waktu satu tahun, Nusantara terbelah menjadi dua pemerintahan: yang sah secara konstitusi dan yang tandingan, tentu saja. Sebuah makar yang dilakukan secara elegan, tanpa pertumpahan darah. Sebetulnya kacau sekali, sebab tak hanya legislatif dan eksekutifnya yang terbelah, namun juga kepada yudikatifnya.
Kini ada dua Nusantara: Nusantara Asli dan Nusantara Tandingan, dengan dua presiden lengkap dengan kabinetnya, tentu saja.
Rupanya Tuhan tidak berkenan, dan Tuhan pun murka.
Bumi diangkat oleh Tuhan lalu digocangkan-Nya sebentar. Nusantara tenggelam ke dalam samudera nan luas. Sejarah berulang, Nusantara kembali menjadi Atlantis yang hilang ditelan tsunami.
Siapa yang bersyukur kepada-Ku, niscaya akan Aku tambahkan nikmat-Ku. Tetapi jika ia mengingkari nikmat-Ku, sungguh siksa-Ku sangat pedih.