Tanpa pustaka, ingatan (akan) hilang

Selama masa karantina Pandemi COVID-19, ritme kehidupan saya berasa sedikit melambat. COVID-19 telah berdampak serius kepada semua sektor usaha, baik sektor formal maupun sektor informal. Saat bekerja di kantor, saya merasa waktu berjalan sangat cepat, tau-tau sudah sore. Beda dengan sekarang ini. Untuk mencapai waktu istirahat siang saja, berasa lama. Mirip-mirip kondisi sepuluh hari pertama puasa.

Saya tidak menjalankan WFH, karena memang pekerjaan saya di kantor tidak bisa dilakukan di rumah. Di kantor, kami menjalankan protokol pencegahan COVID-19 dengan sangat ketat.

***

Dua bulan belakangan ini, saya mulai aktif membaca buku lagi. Ketika saya merapikan rak buku, ternyata buku-buku yang masih tersegel plastik jumlahnya banyak sekali. Dulu waktu membeli buku-buku tersebut terbesit di benak saya, akan saya nikmati di masa pensiun nanti.

Sebagian buku yang tersegel plastik tersebut saya kirimkan ke ibu, yang memang suka membaca. Tidak saya kirim sekaligus, tetapi satu buku per minggu yang saya kirimkan melalui jasa kurir. Perkiraan saya, seminggu ibu bisa menyelesaikan satu buku.

Buk, jangan nonton tipi yang isi beritanya menakutkan tentang korona. Buk-e dan pak-e tenang saja, anak-cucu di rantau seger waras semua. Lebih baik baca buku, nanti tak kirim setiap minggu. Itu yang saya sampaikan ke ibu pada satu kesempatan menelpon ibu.

Bukan sembarang buku yang saya kirimkan ke ibu. Hanya novel ber-genre sejarah kerajaan di Jawa. Kadang di telpon ibu bercerita sambil mengupas isi novel yang tidak sama dengan pengetahuannya saat sekolah dulu.

Kebiasaan saya (kembali) membaca buku ini sebetulnya ketularan anak-anak saya. Meskipun anak milenial, mereka masih suka membaca buku. Iya, buku yang mereka baca sekarang ini bukan buku yang baru dibeli, tetapi bukuĀ  (baru) yang lama tersimpan di rak buku. Kami mengoleksi banyak sekali buku, supaya ingatan tidak hilang.

Dengan kembali membaca buku, saya ingin membangkitkan kembali keinginan untuk menulis. Saya ingin seproduktif dulu dalam hal tulis-menulis. Tau nggak, untuk menulis satu artikel ini saja saya masih membutuhkan waktu hampir satu minggu. Nggak jadi-jadi.

Saya menulis supaya tidak hilang ingatan!