Musa berjalan sendiri di tengah gurun dan berdoa kepada Allah, “Ya Allah, selama bertahun-tahun aku telah menjadi hamba-Mu yang taat, namun Engkau tak pernah masuk ke dalam hatiku, juga tak pernah makan roti bersamaku. Sudikah Engkau untuk datang dan makan di rumahku?”
Dan Tuhan senang dengan permintaan ini. Ia menjawab, “Ya, tentu saja! Sesungguhnya engkau telah menjadi hamba-Ku yang taat, jadi Aku akan datang malam ini untuk tinggal dan makan malam bersamamu.”
Musa sangat girang karena permintaan khususnya dipenuhi. Dengan riang ia pulang ke rumah, menyuruh keluarganya menyiapkan hidangan khusus. Dan ia memasak sendiri makanan khusus untuk Tuhannya.
Setelah semuanya siap dan jam makan malam sudah tiba, Musa mengenakan jubahnya yang terindah dan menunggu di luar rumah. Ia tak sabar menanti Tuhannya. Banyak orang lalu-lalang saat itu. Mereka baru pulang dari kerja. Mereka memberi salam kepada Musa saat melintas di depannya. Musa membalas salam mereka dengan tergesa-gesa.
Hingga kemudian, datanglah seorang lelaki tua berpenampilan pengemis. Ia datang dan menunduk di hadapan Musa. Ia berpakaian kumuh, berjalan dengan tongkat dan hanya mengenakan sandal butut. “Salam, Tuan,” kata orang tua itu. “Sudikah Tuan berbagi sedikit makanan dari hidangan Tuan yang istimewa itu untuk diri hamba yang kurang beruntung ini? Sesuai adab kedermawanan, hamba minta sedikit sedekah dari hidangan Tuan.”
“Ya, ya…,” jawab Musa dengan ramah namun tak sabar. “Kau akan mendapatkan bagianmu, dan juga uang. Tapi kau datang nanti saja. Sekarang aku sedang menunggu tamu penting. Aku tak punya waktu untukmu.”
Lalu pergilah pengemis itu, sedang Musa terus menunggu. Jam demi jam berlalu hingga larut malam, tetapi Tuhan tak kunjung datang. Musa menjadi resah. Ia menangis dan tak tidur semalaman. Terlintas pikiran bahwa Tuhan telah melupakannya dan ini membuatnya bersedih. Pada subuh ia bergegas ke gurun pasir. Sambil menangis, ia merobek jubah indahnya dan bersujud di atas tanah.
“Wahai Tuhan,” jeritnya, “apakah aku telah menyinggung-Mu, sehingga Engkau tidak datang ke rumahku sebagaimana janji-Mu?”
“Oh, Musa,” jawab Tuhan. “Aku adalah pengemis yang berjalan dengan tongkat, yang kau abaikan. Ketahuilah, sesungguhnya AKU ada di semua ciptaan-Ku, dan apa pun yang kau berikan kepada hamba-Ku yang paling lemah berarti engkau berikan kepada AKU.”
***
Dikutip dari “Sang Raja Jin” halaman 30-32, sebuah novel spiritual mengenai petualangan menemukan cincin Nabi Sulaiman karya Irving Karchmar (Mizania, Maret 2012).