Sopir Pantura itu nggak tangguh lagi

Bertambah tua adalah sunatullah, hukum Tuhan yang niscaya dilakoni oleh setiap makhluk tak terkecuali manusia. Secanggih apapun manusia dalam memoles penampilan dirinya supaya terlihat lebih muda, toh ketuaannya tetap akan bertambah setiap helaan nafasnya, yang biasanya bernafas panjang kini mulai satu-satu, itu pun kadang diselingi bunyi ngik… ngik… ngik... Intinya sih, jangan melawan kodrat.

Saya menyadari betul kalau saya sudah tua, nggak sigap lagi dalam mengemudikan kendaraan. Belasan tahun lalu, jalur Pantura yang terkenal dengan jalur tengkorak betul-betul saya libas. Truk-truk besar yang selalu berada di lajur kanan, nggak menghalangi saya dalam menerabas padatnya jalur Pantura.

Paling tidak, dalam setahun saya melewati jalan peninggalan Deandels itu untuk mudik ke Solo. Waktu itu, masih ada di ruas-ruas tertentu yang dua lajur saja sehingga untuk menyalip kendaraan di depannya perlu perhitungan yang lebih cermat. Jarak mudik yang hampir 600 km dapat ditempuh dalam waktu 10 atawa paling lama 12 jam. Apalagi jika sedang nekat, saya biasa mengekor bus PO Luragung atawa PO Sahabat, dijamin cepat sekali nyampe di wilayang Cirebon. Itu cerita ketika saya masih muda ditambah kendaraan belum sepadat sekarang.

Kini saya sudah tua. Cepat capek dan ngantukan. Mudik ke Solo bisa saya tempuh dalam waktu 20 jam (di luar masa mudik lebaran). Setiap dua jam saya mesti istirahat, entah untuk peregangan sendi atawa tidur sejenak. Masa istirahat akan semakin lama nekjika pada saat makan dan shalat. Semakin ke sini, semakin lama saya menempuh perjalanan mudik. Jarak tempuh masih sekitaran 600 km.

~oOo~

Sabtu, 15 Juni 2013. Berangkat dari rumah jam 6 pagi menuju sekolah Lila untuk hadiri acara kenaikan kelas, pengambilan rapor dan menjemput Lila keluar asrama selama libur kenaikan kelas. Sekitar jam 3 sore, berangkat dari Subang menuju Solo. Saya melewati jalur tengah: Jalancagak – Cimalaka (Sumedang) – Cirebon – Solo. Pfff…. Jalancagak – Cimalaka kondisi jalannya jelek betul. Selepas maghrib saya masuk ke Tol Palikanci – Pejagan Brebes dan mampir makan malam di sekitar Pejagan.

Kalau nyetir malam, mata saya nggak stereo lagi makanya harus pelan dan sangat mudah terserang kantuk. Beberapa kali berhenti di SPBU untuk pejamkan mata dan tidur. Sampai di Solo jam 10 esok paginya.

Minggu, 23 Juni 2013. Perjalanan kembali ke Karawang banyak hambatan. Berangkat dari Solo jam 6 pagi. Di Kendal berhenti cukup lama, karena ada pengecoran badan jalan di depan SMAN 1 Kendal. Di jalan lingkar luar menuju Alas Roban, saya tidur dulu. Sampai di Pekalongan, jalanan tersendat karena antri lewat jembatan, sebab jembatan sisi kiri sedang diperbaiki. Menjelang asar, istirahat dan makan siang di Pemalang. Pun di Tegal, ada perbaikan jalan. Menjelang maghrib, masuk Tol Palikanci. Ada info kalau Jalur Pantura wilayah Indramayu macet total, karena ada perbaikan jalan di beberapa ruas, maka saya putuskan via Palimanan – Cikamurang – Subang – Karawang. Ampun, di jalur Cikamurang juga sedang dilakukan pekerjaan pengecoran jalan di tiga ruas yang cukup panjang (antrian diatur oleh penduduk sekitar). Sampai di Kota Subang jam 10 malam. Masuk Tol Cikampek jam 12-an, sudah kena macet (imbas perbaikan longsor di KM 47).

Senin, 24 Juni 2003. Sampai di rumah sekitar jam 2-an dinihari. Jam 8 sudah duduk manis di belakang meja kantor. Badan terasa diremet-remet.