Selamat pagi Jakarta

Pada Februari 1989, saya dan kawan-kawan sowan ke rumah Pak Koes untuk melakukan wawancara dan mohon restu karena kami akan berangkat ke Jakarta untuk mengikuti Lomba Karya Ilmiah Mahasiswa (LKIM) Tingkat Nasional. Kami, sekelompok mahasiswa Fak. Geografi UGM melakukan penelitian terhadap kebijakan Pak Koes dalam menata pedagang kaki lima (PKL) yang biasa mangkal di kampus (seperti yang diamati oleh Mr. Rigen di atas). Dalam LKIM tersebut kami meraih juara I Tingkat Nasional untuk Kategori Humaniora. (Dari artikel Mr. Rigen menakar Prof. Koesnadi)

Ini kisah pertama kali saya menginjakkan kaki di Jakarta, ibukota Negara Republik Indonesia. Arkian, di pertengahan tahun 1989 saya termasuk salah satu dari puluhan mahasiswa UGM yang akan berangkat ke Jakarta untuk berlaga di Lomba Karya Ilmiah Mahasiswa (LKIM). Jakarta yang sebelumnya saya kenal dari film-film bioskop Benyamin S di mana ikon yang ditampilkan kalau nggak Tugu Monas, Tugu Selamat Datang atawa Patung Pancoran.

Pada babak kehidupan saya di episode ini, banyak kebetulan pengalaman pertama yang saya alami. Kami menuju Jakarta menggunakan Kereta Senja Utama dari Stasiun Tugu. Ini pengalaman pertama kali saya naik kereta api. Menjelang subuh, tiba di Stasiun Gambir. Sungguh, saya takjub menyaksikan Puncak Monas yang masih bersinar. Ini pengalaman pertama kali saya menyaksikan Monas dari jarak yang sangat dekat.

Kami dijemput oleh panitia dan dibawa ke sebuah mess (?) di Kompleks IKIP Jakarta Rawamangun, tempat diselenggarakannya LKIM. Di tempat inilah, untuk pertama kali saya minum air mineral (dalam gelas maupun botol plastik). Di saat sela-sela acara lomba, saya dan teman-teman menyempatkan diri keliling Jakarta, namun nggak jauh-jauh dari Rawamangun. Inilah untuk pertama kali saya merasakan naik bajaj, mampir ke sebuah pusat perbelanjaan. Di sini saya untuk pertama kalinya merasakan naik lift dan eskalator. Seingat saya, waktu itu jalan tol (layang) Cawang – Tanjung Priok sedang dibangun.

Di akhir acara LKIM, panitia mengajak seluruh peserta lomba berwisata ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dengan naik beberapa bus. Karena serba pengalaman pertama, maka memori tersebut tersimpan sangat kuat di otak saya. Di TMII kami ditraktir panitia naik Kereta Gantung. Saya sampai mbrebes mili saking terharunya, bisa melihat gugusan kepulauan Nusantara dari atas. Tak ketinggalan masuk juga ke Theater Keong Mas menyaksikan film 3 dimensi.

Kedatangan saya ke Jakarta berikutnya, 3 tahun kemudian. Penggalan kisahnya sudah saya ceritakan di artikel Blok M.

Meskipun saya tidak tinggal di Jakarta, namun saya sering ke Jakarta. Hanya saja, jika saya punya acara di Jakarta di hari kerja, apalagi di pagi hari, kudu berangkat dari rumah selepas shalat subuh untuk mengindari macet. Jarak sekitar 60 km bisa ditempuh dalam waktu 3 jam!

Dirgahayu 486 tahun Kota Jakarta