Adanya makhluk dariĀ alam sebelah yang menghuni kantor sudah saya dengar cukup lama. Ia tak pernah menampakkan diri kecuali kepada orang-orang tertentu yang memang bisa merasakan kehadirannya. Saya sih menghormati keberadaannya, yang konon jauh lebih lama mukim di tanah sebelum gedung kantor dibangun. Sama-sama makhluk Tuhan, dilarang saling mengusili.
Arkian, setahun belakangan saya menempati gedung baru yang lokasinya kisaran 2 km dari gedung lama. Bisik-bisik tetangga, salah satu makhluk dari alam sebelah penghuni kantor lama suka main ke kantor baru. Ia tak berani mukim di kantor baru, sebab di kantor baru sudah ada seniornya yang lebih dulu ada. Sama-sama makhluk dari alam sebelah dilarang saling menyerobot kavling.
***
Di gedung baru, ada beberapa mushala. Saya sering menggunakan mushala di lantai 2 atau di basement. Ruang saya sendiri di lantai 3. Untuk menuju mushala tak jarang saya melewati tangga darurat, yang suasananya sangat sepi sehingga saya sering membayangkan tiba-tiba bertemu dengan makhluk dari alam sebelah. Selama ini belum pernah terjadi, sih.
Biasanya saya akan pulang ke rumah setelah shalat maghrib. Tak jarang juga selepas isya. Lampu pada koridor menuju mushala pada jam-jam seperti itu biasanya sudah dipadamkan, bahkan lampu mushala dan tempat wudhu sudah dipadamkan juga untuk hemat energi dan menekan biaya listrik. Jadi, jika ingin ada penerangan saat shalat yang perlu menekan saklar.
Pada suatu malam sabtu, kantor sepi. Kebanyakan karyawan pulang tepat waktu, apalagi dua hari berikutnya menikmati libur. Pas waktu maghrib, saya segera menuju mushala lantai 2. Saya shalat sendiri.
Waktu mau memasuki bacaan al fatehah, terdengar suara desisan lembut mirip orang lagi bersin. Saya melirik ke sebelah kanan jangan-jangan ada yang menjadi makmum saya. Tak ada seorang pun.
Suara desisan kembali terdengar ketika saya akan menyelesaikan rukuk rakaat ketiga. Lagi-lagi saya melirik ke sebelah kanan dan agak menelengkan kepala ke arah belakang. Tak ada seorang pun.
Jangan-jangan ada makhluk dari alam sebelah yang menjadi makmum. Maka, saya tegarkan hati ini untuk mampu menyelesaikan shalat maghrib sampai rakaat terakhir. Ucapan takbir dan salam tanda penutup shalat agak saya keraskan. Memang demikian aturan kalau menjadi imam shalat.
Saya duduk sejenak untuk panjatkan doa. Lagi-lagi terdengar suara desisan lembut. Kali ini saya menoleh mencari sumber suara.
Setelah ketemu sumber suara, saya tertawa dalam hati. Rupanya pengelola gedung hari itu memasang alat pengharum ruangan otomatis yang ditaruh di atas jendela kaca, posisinya sebelah kanan orang kalau sedang menghadap kiblat.