Sembadra larung

Jatuh cinta pada pandangan pertama bisa menjadi malapetaka. Arkian, pada suatu perhelatan akbar perkawinan Kakrasana – anak Basudewa, dengan Erawati di mana Sembadra didapuk menjadi patah – pengiring pengantin, di antara tetamu yang hadir ada seorang pemuda yang lebih tertarik memperhatikan patahnya daripada pengantinnya. Pemuda itu bernama Burisrawa.

Siapa itu Burisrawa? Ia anaknya Prabu Salya, raja Mandraka. Meskipun ia anak raja, ia bukan pemuda tampan malah cenderung buruk rupa. Tabiat buruknya: bertingkah sangat kasar dan suka tertawa terbahak-bahak. Lalu, siapa Sembadra? Gadis ini tak lain adalah adiknya Prabu Kresna.

Burisrawa kasak-kusuk ke sana kemari untuk mendapatkan identitas si pengiring pengantin. Namanya juga anak seorang raja, tak sulit baginya mendapatkan data pribadi Sembadra. Betapa riangnya Burisrawa ketika diketahuinya kalau Sembadra masih jomblo.

Suasana pesta pengantin sangat meriah. Ketika semua orang sibuk menikmati hidangan yang disajikan, Burisrawa mendekati Sembadra untuk berkenalan. Dasar berwatak kasar, tanpa basa-basi ia menyatakan cintanya kepada Sembadra. Tentu saja hal itu membuat Sembadra pucat pasi. Belum habis rasa terkejutnya, Burisrawa memeluk dan menciumnya. Merasa telah berhasil mencium gadis pujaannya, Burisrawa tertawa ngakak yang membuat semua mata mengarahkan kepadanya. Sembadra malu dan dengan terburu-buru ia berlari menjauhi kerumuman. Ia ingin menenangkan diri. Burisrawa tersentak, ia segera mengejar Sembadra.

Tetapi ia tidak menemukan Sembadra. Hilang seperti ditelan bumi.

Hari-hari berikutnya, Burisrawa selalu dirundung rindu pada Sembadra. Ia bagaikan orang gila. Setiap saat ia memanggil nama Sembadra. Ia melolong seperti anjing malam memanggil pujaan hatinya: mBok Badra……!!!!! Penghuni istana terganggu dengan lolongan rindu Burisrawa itu.

O mBok Badra, Siang jadi pikiran, kalau malam jadi penghias mimpi-mimpiku. Jiwaku sedih dan diambang kehancuran merinduimu. Jeritanku sundhul langit ketujuh, memanggil-manggil namamu untuk penawar renjana. Oalah mBok Badra… mBok Badra…tahukah kamu, harum tubuhmu bak sihir yang tidak bisa aku hindari.

Bulan telah berganti beberapa kali. Bethari Durga iba oleh jeritan rindu Burisrawa. Ia segera menemui pemuda itu untuk menolongnya.

“Bus, kalem aja kali. Jangan lebay begitu. Besok temuilah Sembadra di Taman Keputren Kerajaan Mandura. Lepaskan rindumu dengannya!” titah Durga kepada Burisrawa. Betapa girangnya Burisrawa dengan bantuan Durga itu. Ia dibekali sebilah keris sakti untuk bisa masuk ke Taman Keputren tanpa diketahui oleh penjaga istana.

“Terima kasih, Bethari. Aku bersumpah tidak akan beristri selain dengan Sembadra kekasihku,” kata Burisrawa. Dan sumpah itu memang ditepatinya. Nanti hingga ajal menjelang, ia tidak pernah beristri.

~oOo~

Betapa kagetnya Sembadra ketika tiba-tiba di depannya telah berdiri Burisrawa. Dengan mulut berbusa, Burisrawa mengobral kalimat-kalimat rindu sekaligus rayuan untuk berolah asmara. Sembadra jijik melihat tingkah polah Burisrawa yang banyak burik di wajahnya itu. Ia menghindar, tetapi selalu saja dapat ditangkap oleh Burisrawa.

“Buris, aku sudah bersuami. Jangan dekati aku!” teriak Sembadra.

“Bohong. Kamu masih sendiri. Ayo manis, kawinlah denganku!” bujuk Burisrawa.

Merasa putus asa, ketika dalam jarak dekat dengan Burisrawa, Sembadra mencabut keris sakti pemberian Durga yang terselip di pinggang Burisrawa, lalu menikamkan sendiri ke dadanya. Lebih baik mati dari pada mengkhianati suaminya. Sembadra bunuh diri!

Burisrawa terkesiap menyaksikan adegan itu. Ia berbengong. Lalu melolong: mBok Badraaaa……!!! Lolongannya mengundang para prajurit datang ke Taman Keputren. Burisrawa terkepung. Ia linglung sejenak, lalu secepat kilat ia mencabut keris dari dada Sembadra dan lari melompat tembok istana. Ia lolos dari sergapan prajurit Mandura. Sepanjang pelariannya terngiang ucapan Sembadra kalau ia telah bersuami. Burisrawa mengutuk dirinya sendiri. Ia malu untuk pulang ke Mandraka. Hal ini nantinya membuat Burisrawa terserang depresi akut.

Kresna datang terlambat ketika dilihatnya adik perempuannya itu telah terbujur kaku. Ia segera bertindak. Jasad Sembadra dimasukkan dalam perahu dan dihanyutkan di sungai Silugangga.

~oOo~

Syahdan, Antareja sedang memancing ikan di aliran sungai Silugangga. Sudah setengah hari tak satupun ikan yang sudi mampir di kailnya. Ia mulai bete. Ia segera meringkas peralatan pancingnya. Tetapi matanya melihat sebuah perahu yang datang mendekat ke arah tempatnya berdiri. Semakin dekat semakin jelas kalau di perahu terdapat sosok manusia yang terbaring. Dengan rasa penasaran, ia tepikan perahu itu. Betapa terkejutnya ia ketika yang ia temukan itu adalah tantenya sendiri.

Ia segera merumat tantenya. Ia mengira kalau Sembadra dalam keadaan pingsan. Untuk menyadarkan Sembadra, Antareja menyiramkan air sungai ke wajah Sembadra. Ajaib. Sembadra membuka matanya dan terduduk di atas perahu.

“Di mana aku ini? Dan siapa kamu?” tanya Sembadra.

Loh.. tante lupa sama aku? Kenapa tante ada di atas perahu ini?” Antarareja bertanya pula.

Piye toh iki, malah balik tanya. Eh, panggil tante, lagi!” kata Sembadra judes.

Ye… aku kan Antareja, tan. Ingat nggak?” jawab Antareja.

“Kamu anaknya Bima yang masuk Akmil itu?” tanya Sembadra.

“Iya tante. Aku masuk angkatan darat. Sementara saudaraku Gatotkaca ambil angkatan udara,” Antareja memberikan penjelasan.

Bibi dan keponakan telah bertemu. Setelah pulih kesadarannya, Sembadra menceritakan apa yang terjadi. Antareja mengangguk-angguk mendengarkan kisah yang diceritakan bibinya itu. Dalam benaknya, ia merencakan sesuatu untuk membalas sakit hati bibinya kepada Burisrawa.

Apa itu?