Seandainya semua pejabat publik bisa menulis

Saat sekolah dulu banyak teman di kelas yang mengeluh jika pada pelajaran Bahasa Indonesia masuk materi mengarang. Dijamin, dalam waktu tiga puluh menit yang diberikan oleh guru untuk menuangkan karangan di buku tulis, separoh waktu habis untuk memikirkan materi apa yang akan dituliskan. Fenomena ini, sepertinya berlaku mulai jenjang SD hingga perguruan tinggi.

Pun dengan soal ulangan yang harus dijawab dengan cara esai. Konyolnya, para guru main coret (dengan tinta merah) dan memberikan angka nol untuk jawaban yang salah. Hal ini bisa dimaklumi kalau jawaban yang diperlukan hanya satu kalimat. Tetapi, jawaban uraian yang memerlukan penjabaran agak detil mestinya apa yang ditulis sebagai pendapat/jawaban sedikit dihargai. Kalau pun jawaban salah atawa melenceng, guru setidaknya memberikan sedikit catatan di lembar jawaban.

Perkara skripsi atawa karya tulis tak kalah tragisnya. Daftar pustaka yang dilampirkan ternyata hanya untuk dicomot lalu disalin ke karya tulisnya. Kalau dibaca lebih teliti, banyak karya tulis atawa skripsi gaya bahasanya gado-gado, karena main comot dari berbagai pustaka yang menjadi rujukannya.

Susahkah menuliskan ide dan gagasan? Lebih susah mana dengan menuliskan sesuatu peristiwa/tindakan yang pernah dilakukan sebelumnya?

~oOo~

Anda tentu kenal dengan Pak Dahlan Iskan Menteri BUMN, seorang pejabat publik yang rajin menulis. Materi tulisannya ringan interesan, mudah dicerna oleh berbagai kalangan. Ketika menjadi Direktur Utama PLN Pak Dahlan Iskan membuat CEO Note, yang berisi ide dan gagasannya untuk kemajuan PLN yang bisa dibaca oleh seluruh karyawan PLN, bahkan orang di luar PLN. Dengan membaca CEO Note tersebut kita menjadi tahu apa sebenarnya problem yang terjadi di PLN, apa yang telah dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut dan apa rencana ke depannya. Semua dituliskan oleh Pak Dahlan Iskan secara gamblang. Kata teman yang bekerja di PLN, komunikasi model CEO Note memberikan dampak yang sangat positif bagi produktivitas kerja di lingkungan PLN.

Kebiasaan menulis tetap dilakukan oleh Pak Dahlan Iskan ketika menjabat sebagai Menteri BUMN. Dari tulisan-tulisan yang dibuat, kita jadi mengetahui mana BUMN yang kaya raya, mana BUMN yang masuk kelas dhuafa. Apa yang terjadi di masing-masing BUMN diceritakan dengan lugas. Menteri BUMN sedang melakukan pembenahan apa dan bagaimana, dapat diketahui dari tulisan yang dibuat. Sekali lagi, tulisan yang dibuat Pak Dahlan Iskan ringan, lucu, namun sarat dengan ide brilian. Dan kebetulan sekali, Pak Dahlan punya koran yang setiap saat siap mempublikasikan tulisan-tulisannya.

Bagaimana dengan pejabat publik lain? Seandainya semua pejabat publik bisa menulis, dari Bupati, Gubernur, Menteri, anggota Parlemen bahkan Presiden. Kendala-kendala yang menghambat mereka bisa menulis saya kira bisa diatasi. Tinggal ada kemauan atawa tidak.

Dan Pak Dahlan Iskan sudah memulai. Siapa yang akan mengikuti?