Sifat dasar yang dimiliki oleh manusia adalah senang sambat atawa mengeluh. Sifat sambat ini tak mengenal status sosial. Tidak yang kaya, tidak pula yang hidup melarat. Tidak yang berpendidikan tinggi, tidak pula yang tak pandai membaca. Tidak yang jadi direktur, tidak pula yang berprofesi sebagai kondektur: selalu saja terucap kalimat sambat.
Kenapa bisa begitu?
Kuncinya ada di rasa syukur. Nekjika rasa syukur telah tertanam di dalam hati, insya Allah nggak bakalan ada kata atawa kalimat sambat keluar dari mulut kita.
Omongan sampeyan empur temen Kyaine? Ngomong cen gampang, nglakoni angel!
Benar. Maka dari itu mari sama-sama belajar mensyukuri dengan apa yang telah kita punya saat ini. Bisa makan sehari tiga kali, alhamdulillah. Masih mendapatkan gaji saban bulan, alhamdulillah. Masih bisa nyicil rumah, alhamdulillah. Masih bisa menikmati tidur nyenyak, alhamdulillah. Dan masih banyak kenikmatan yang lain yang patut disyukuri.
Sambat punya teman akrab, namanya maido atawa mencemooh/mencibir. Suka maido apa-apa yang dilakukan oleh orang lain. Rasanya, nggak ada yang benar pada diri orang lain. Mestinya, no comment saja.
Kebanyakan dari kita sering menyatakan sambat ngelu. Mengeluh pusing. Dikit-dikit pusing… dikit-dikit pusing…. pusing kok cuma sedikit?
Ngelu perkara apa? Nggak punya uang? Pekerjaan kantor menumpuk? Anak malas belajar? Jangan buru-buru menyalahkan orang lain. Karena banyak perkara ngelu disebabkan oleh perilaku sendiri, bukan orang lain.
Kini, makin susah membedakan rasa pusing karena memang sakit kepala dengan pusing karena banyak memikirkan hal negatif.
Tapi kalau ngelu dan mumet-nya itu memang sakit kepala, gampang obatnya. Minum saja puyer bintang tuju. Anda jangan maido pendapat ini. Kalau nggak cocok dengan minum puyer, Anda boleh kok mengoleskan PPO atawa menempelkan koyo putih di pelipis Anda. Dijamin ngelu-nya berkurang.
Sekarang, hentikan sambat dan mulai melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan kita.
Salam ngelu.