Rama dan Sinta saling kangen

Hanoman, si kera putih itu tolah-toleh memastikan diri kalau kedatangannya di Puri Alengka itu tak ada yang mengetahuinya. Tujuan utamanya adalah bertemu dengan Sinta. Kedatangan ke Puri Alengka itu dilakukan secara rahasia mengemban tugas yang diberikan Rama kepadanya, tujuannya memastikan kalau Sinta dalam keadaan selamat selama dalam cengkeraman Rahwana alias Dasamuka, Raja Alengka.

Puri tempat Sinta tinggal dijaga ketat oleh para raksasa dan Sinta sendiri dilayani oleh para raksesi yang diperintahkan langsung oleh Rahwana. Penjagaan yang ketat seperti itu yang membuat Hanoman kesulitan menembus masuk ke dalam puri. Kera putih anak Dewi Anjani itu pun menggunakan kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak dipergoki oleh para kawula Rahwana.

~oOo~

Sinta terkejut alang-kepalang ketika Hanoman datang secara tiba-tiba dan berdiri di belakang Sinta. Ia pun berlari kecil menghindari Hanoman.

“Wahai, siapa kamu kera putih?”

“Nama hamba Hanoman, tuan Putri!”

Sinta waspada dan menatap lekat ke arah kera putih yang tingginya tak sampai batas dadanya itu.

“Kamu pasti Rahwana yang menjelma menjadi kera putih untuk mengelabuhiku. Pergilah hai Rahwana, aku tak sudi tersentuh olehmu!”

Hanoman tertegun. Ia tak menyangka kalau Sinta mengira ia adalah Rahwana yang sedang memba-memba jadi kera kecil berwarna putih.

“Benar hamba adalah Hanoman, putra Anjani, utusan Paduka Rama suami tuan Putri Sinta.”

Hanoman menghaturkan sembah. Namun, tetap saja Sinta belum percaya kalau kera di hadapannya itu sungguh Hanoman utusan Rama.

“Kamu bisa membuktikan omonganmu?”

“Hamba membawa kabar, kalau Rama dan Laksmana sedang berjalan ke arah Alengka membawa ribuan prajurit wanara di bawah pimpinan Sugriwa untuk menghancurkan Rahwana dan menyelematkan tuan Putri. Bagi kami, para wanara, Raja Rama adalah raja yang bijaksana seperti dewa cinta. Ia selalu berkata lembut dan penuh cinta. Raja Rama sakti mandraguna tiada yang mampu mengalahkannya. Maka, sebelum Paduka Rama menggempur Alengka, ia mengutus hamba untuk bertemu dengan tuan Putri.”

“O, benar sekali apa yang kamu ceritakan itu Hanoman. Wahai, suamiku… aku kangen padamu. Hanoman, bisa kamu ceritakan bagaimana mas Rama bisa menjalin persahabatan dengan para wanara? Coba kamu ceritakan!”

Sinta tergerak hatinya dan mulai memercayai Hanoman. Tentu saja dengan senang hati Hanoman menceritakan semua kisah perjalanan Rama, Sinta dan Laksmana hingga mereka terpisah oleh tipu daya Rahwana, lalu pertemuannya dengan Sugriwa dan seterusnya. Hanoman menutup kisahnya dengan memberikan cincin Rama yang ia bawa kepada Sinta.

Dunia seakan terang benderang. Ketakutan Sinta sirna sudah. Kini ia sangat percaya kepada Hanoman.

O, mas Rama betapa aku merindukan dirimu. Apakah kau di sana juga merindukanku?

Sinta terdiam, menahan gejolak rindu di dadanya. Sekian lama ia terpisah dari kekasih hatinya. Tiada satu pun kabar yang sampai di telinganya. Tapi ia sangat yakin kalau Rama juga merindukan dirinya.

“Wahai tuan Putri, Paduka Rama menitipkan salam kangen yang amat sangat. Raja Rama dalam keadaan sehat, pun berharap tuan Putri demikian. Hamba yakin, Paduka Rama akan berbahagia jika hamba ceritakan kalau tuan Putri dalam keadaan sehat juga.”

“Ah, Hanoman… kamu seperti tahu saja apa yang aku rasakan saat ini. Cuma aku tak mengerti apakah aku harus bergembira atawa bersedih setelah mendengar kabar yang kamu bawa. Kata-katamu bagai madu yang bercampur dengan racun mematikan. Cinta dan rindu mas Rama kepadaku adalah madu yang paling manis namun perpisahan dengannya adalah racun yang meremukkan hatiku.”

Cinta kan membawamu, kembali ke sini…. menuai rindu….

Hanoman bersenandung lirih. Namun, terdengar jelas oleh Sinta.