Setengah jam setelah KPU mengumumkan Presiden dan Wakil Presiden 2014-2019 terpilih, saluran TV langganan saya menyajikan Breaking News. Bukan sembarang berita yang akan disiarkan yakni pidato pengakuan kekalahan Prabowo Subianto.
Hhmm.. sebuah berita yang menarik tentu saja, sebab sore sebelumnya Prabowo Subianto mendeklarasikan diri “menarik diri dari proses Pilpres 2014”. Mata saya memelototi layar kaca untuk mencermati apa yang terjadi.
Pembawa acara TV melaporkan kalau ia sedang berada di Rumah Polonia untuk meliput langsung pidato pengakuan kekalahan Prabowo Subianto. Kamera menyorot sisi panggung sebelah kiri. Dari sana Prabowo Subianto muncul dengan membawa secarik kertas. Ketika pendukungnya berseru: hhuuuu…!!! saya melihat gerakan tangan Prabowo Subianto menenangkan para pendukungnya.
Ia tampak tegar berdiri di podium. Kepalanya meneleng ke arah kanan mengingatkan saya pada wajah Bung Karno. Ya, peci hitam belakangan ini tak lepas dari kepala veteran militer itu. Gagah sekali. Ia membetulkan letak mikropon. Kamera menyorot penuh ke wajah Prabowo Subianto.
Setelah mengucapkan berbagai salam, ia berkata dengan kalimat tertata rapi tanpa menimbulkan aneka persepsi:
“Kita telah sampai pada akhir perjalanan panjang. Rakyat Indonesia telah berbicara dan mereka berbicara secara jelas. Apa pun perbedaan kita, kita semua adalah bangsa Indonesia. Saya desak semua warga Indonesia yang mendukung saya untuk bersama saya tidak hanya memberikan selamat kepada Pak Jokowi, tetapi menawarkan kepada presiden kita mendatang kehendak baik kita dan usaha yang sungguh-sungguh untuk bersama-sama mencari jalan, berkompromi, menjembatani perbedaan kita, mempertahankan keamanan kita dalam dunia yang berbahaya ini, dan mewariskan kepada anak cucu kita sebuah negara yang lebih baik dan lebih kuat dibandingkan yang kita warisi. Kalau sekarang ini kita kalah, ini bukan kegagalan Anda semua, tetapi kegagalan saya!”
Kemudian Prabowo Subianto menutup pidatonya dengan mengatakan:
“Malam ini sangat berbeda dengan malam-malam sebelumnya, tidak ada dalam hati saya kecuali kecintaan saya kepada negeri ini dan kepada seluruh warga negaranya, apakah mereka mendukung saya atau Jokowi. Saya mendoakan orang yang sebelumnya adalah lawan saya semoga berhasil dan menjadi presiden saya”.
Duh Gusti Allah Yang Mahaagung, sampai pada kalimat ini saya menitikkan air mata haru. Saya lihat para pendukung Prabowo Subianto bertepuk tangan sangat riuh ketika Prabowo Subianto mengakhiri pidatonya.
Bunyi alarm dari hape saya yang menandai waktu sahur telah membuyarkan mimpi indah saya.
Note:
Tulisan miring di atas saya modifikasi dari pidato pengakuan kekalahan John McCain (72) yang secara jantan mengakui kehebatan “anak muda” Barrack Obama (47) pada Pilpres AS 2009.