Raden Fatah, Bara di Atas Demak Bintara

Judul buku: Raden Fatah, Bara di Atas Demak Bintara • Penulis: Daryanto • Penerbit: Tiga Kelana, 2009 • Tebal: 473 halaman.

Novel sejarah Kerajaan Islam di Jawa ini menceritakan awal berdirinya Kerajaan Demak setelah para wali dan pasukannya mengalahkan Majapahit. Para wali pun mengukuhkan Raden Fatah sebagai Sultan Demak. Namun, perjalanan kerajaan baru ini tidak berjalan mulus karena banyak intrik rebutan kekuasaan setelah wafatnya Raden Fatah oleh anak keturunannya sendiri.

~oOo~

Saya mencatat sepak terjang Jaka Tingkir a.k.a Karebet di novel ini lumayan berbeda dibandingkan dengan novel lainnya yang juga menceritakan Kerajaan Demak. Jika selama ini yang kita ketahui Jaka Tingkir dengan sengaja membuat ontran-ontran di alun-alun dengan membuat marah seekor banteng yang di telinganya sengaja ia masukkan sebongkah tanah, lalu ia yang berhasil menaklukkan banteng ketaton, yang akhirnya menarik perhatian Sultan Trenggono sehingga ia diangkat sebagai prajurit Demak.

Dalam novel ini Jaka Tingkir pertama kali hadir di Demak dalam rangka mengikuti tes seleksi pasukan khusus pengawal Sultan Trenggono. Jaka Tingkir digambarkan sebagai seorang pemuda sangat tampan dan punya ilmu kanuragan yang sangat tinggi.

Dari ratusan prajurit tamtama, yang paling menarik perhatiannya adalah seorang anak muda dari Desa Tingkir, bernama Mas Karebet, yang lebih akrab dipanggil Jaka Tingkir. Meskipun terkesan pendiam, anak muda yang sangat tampan dengan bahu bidang dan tegap itu selalu menarik perhatiannya. Dalam setiap adu tanding, ia belum pernah terkalahkan. Serangan dan pertahanannya pun sangat mendebarkan. Pukulan-pukulannya yang terkesan lambat dan tidak bertenaga itu, ternyata memunculkan tenaga dorong yang luar biasa besar. (hal 297).

Tak hanya Sultan Trenggono yang tertarik pada Jaka Tingkir, Ratu Mas Panjang – sang Sekar Kedaton pun menjatuhkan hatinya kepada Jaka Tingkir. Jatuh cinta pada pandangan pertama. Dan memang, akhirnya Jaka Tingkir diangkat menjadi menantu Sultan Trenggono.

Bagaimana dengan Arya Penangsang musuh bebuyutan Jaka Tingkir itu?

Di halaman 385 ditulis, untuk kesekian kalinya Sultan Demak Bintara pralaya. Tahun 1546 Sultan Trenggono wafat dan digantikan oleh putranya, Prawoto. Adipati Jipang Panolan, Arya Penangsang yang mendengar Pangeran Prawoto naik tahta, tak bisa menerima begitu saja. Ia merasa dirinyalah yang sebenarnya berhak menduduki singgasana Demak Bintara karena dia satu-satunya anak laki-laki Pangeran Suronyoto atawa Pangeran Sekar Seda Lepen yang dibunuh oleh kelompok Trenggono. Bandingkan dengan novel Penangsang karya Nassirun Purwokartun, di mana Penangsang babar blas tidak berambisi menduduki Sultan Demak.

~oOo~

Perang tanding Jaka Tingkir versus Penangsang. Saya kutipkan dari halaman 466-467:

Lagi-lagi mereka dibuat melongo. Selagi Adipati Jipang masih melayang di udara, ujung tombak Kyai Plered menyerang arah pundak. Tidak ada kesempatan lagi bagi Adipati Jipang untuk menangkis karena posisinya yang miring. Terpaksa ia membuang dirinya ke samping. Perang tanding itu pun kembali seru. Tetapi angin mulai berubah arah. Jika semula Adipati Pajang pada posisi bertahan, kali ini lebih banyak melakukan inisiatif penyerangan. Memaksa Adipati Jipang lebih banyak mundur. Bahkan beberapa kali ia harus mencongklangkan kudanya untuk menghindar dengan loncatan panjang saat Adipati pajang mengurungnya dalam lingkaran.

Meskipun Adipati Pajang tidak berhasil mengurung Adipati Jipang dalam lingkaran, tetapi senjatanya mematuk-matuk ke segala arah. Bayangan bulat membujur bagaikan angin yang bergulung-gulung menerjang Adipati Jipang. Namun, sekali lagi Adipati Jipang bukan lawan yang empuk. Dalam keadaan terdesak, tombak pusakanya itu ternyata juga senjata yang dahsyat. Sesekali tombak di tangannya itu melayang bagaikan hendak membelah langit. Namun, kemudian terayun mendatar setinggi lambung.

“Gila!” teriak Adipati Pajang.

Adipati Jipang tidak menyahut. Hanya serangannya saja yang terus menggebu. Namun, sekali lagi, kecepatan gerak Adipati Pajang masih lebih cepat dibanding gerakan lawannya. Inilah yang membuat Adipati Jipang dihentak oleh kemarahan yang membakar jantung.

Jika diteruskan membaca, Kyai Plered melukai Penangsang. Tak ada peran Danang Sutawijaya. Tak ada usus Penangsang yang terburai lalu teriris oleh kerisnya sendiri. Hanya saja, kuda Penangsang yang bernama Gagak Rimang itu tiba-tiba birahi karena tertarik pada kuda betina tunggangan Jaka Tingkir. Penangsang tak bisa mengendalikan kudanya, maka kesempatan itu digunakan oleh Jaka Tingkir untuk menghunjamkan Kyai Plered ke lambung Penangsang.