Di sebuah bangsal rumah sakit kelas wahid milik Kerajaan Hastina, Banowati terkulai lemas. Hanya mbok emban saja yang menemaninya. Kerabat kerajaan tak diperbolehkan membezuk ibu permaisuri Hastina itu. Larangan telah diujarkan oleh Prabu Duryodana sehingga tak ada seorang pun yang berani mendekati kamar di mana Banowati dirawat. Beberapa penjaga ditempatkan di pintu masuk paviliun.
Mbok emban dengan setia memijit kaki-kaki tuan putrinya sementara dari mulutnya dengan lirih melantunkan tembang macapat yang menghanyutkan jiwa. Pas mbok emban mendendangkan tembang asmarandana, Banowati makin memejamkan matanya. Bukan karena mengantuk karena ia menahan rasa rindu yang amat sangat pada kekasih gelapnya. Siapa lagi kalau bukan Arjuna. Tembang tersebut telah membangkitkan syaraf-syaraf renjana yang ada di otaknya. Jantungnya makin cepat berpacu hingga membuat dadanya semakin sesak. Tentu saja sesak karena rindu.
“Mbok, upayakan agar Arjuna datang kemari. Aku percaya kepadamu seratus persen,” ujar Banowati yang mengagetkan mbok emban.
“Anu, apa nggak sebaiknya panjenengan kirim BBM saja to ndoro. Kok nyuruh saya… ya ntar malah kesuwen,” jawab mbok emban.
“Oalah mbok… mbok… apa kamu nggak tahu kalau BB-ku disandera oleh Mas Duryodana?!” sergah Banowati. “Wis, cepat sana. Aku pasrahkan kamu membawa Arjunaku ke sini. Kamu pasti mampu memperdaya para penjaga.”
Perempuan cantik itu menerawang ke langit-langit kamar. Menyesali apa yang terjadi.
~oOo~
Sepuluh jam sebelumnya.
Duryodana baru saja kembali dari istana setelah memimpin sidang kabinet terbatas bidang ekuin. Ia dipusingkan oleh harga minyak dunia yang makin meroket, sementara waktu ia menyusun APBN dulu menggunakan harga minyak yang nilainya separoh dari nilai sekarang.
Seperti biasa, kalau kepala sudah pusing seperti itu satu-satunya hiburan adalah berduaan bersama Banowati di kamar pribadi mereka. Namun, ia tak mendapati istrinya itu di dalam kamar. O, rupanya Banowati sedang berada di kamar mandi.
Duryodana merebahkan badan. Namun lama-lama ia terusik oleh bunyi “tuing-tuing’ dari BB-nya Banowati yang tergeletak di meja rias. Awalnya Duryodana cuek saja dengan suara-suara itu. Memang, selama ini ia tak pernah memegang BB istrinya itu apalagi menggunakannya. Lagi-lagi ia terusik oleh bunyi ‘tuing-tuing’ yang nadanya berbeda dari sebelumnya. Ia pun penasaran dan mencoba mematikan bunyi di BB itu. Ia asal pencet, tapi salah pencet. Sepintas di layar BB keluar tulisan, pesan dari seseorang. Matanya nggak mau berpaling.
Ia raih BB itu, lalu dibacanya tulisan yang terpampang di sana: Honey, aku kangen kamu. Duryodana membelalakkan matanya, siapa pengirim pesan mesra itu? Sebuah nama yang ia tak mengenalnya. Kemudian ia buka pesan yang lain. Kalimat mesra lagi yang ia dapatkan. Ia membuka lagi, lagi, lagi, dan Duryodana gemetar. Ia baru menyadari, Banowati punya pria idaman lain.
Darahnya menggelegak sampai ke ubun-ubunnya. Ia dobrak pintu kamar mandi dan ditariknya Banowati keluar.
“Siapa ini?!!” bentak Duryodana sambil menunjukkan BB Banowati. “Ayo ngaku, siapa selingkuhanmu?!!”
“Sabar mas… ada apa ini? Aku nggak ngerti maksudmu,” elak Banowati yang sebenarnya sangat menyadari kalau Duryodana telah mengendus perilaku selingkuhnya.
Ia sangat kecewa kepada istri yang sangat disayanginya itu. Ia sampai tak mampu berkata-kata. Fikirannya mampat. Duryodana semakin kalap, ketika Banowati berusaha merebut BB dari tangan Duryodana. Ia dorong Banowati dan jatuh, kepalanya membentur ujung meja rias. Berdarah. Banowati merintih lalu pingsan.
~oOo~
Dengan hati-hati Arjuna menyelinap memasuki paviliun Banowati. Ia melihat Banowati sedang terkulai lemas di atas bangsal, matanya sembab. Menangis. Banowati pun segera bangkit begitu Arjuna datang menemuinya. Mereka saling melepas rindu. Lalu, Banowati menceritakan peristiwa hingga ia masuk rumah sakit.
“Hhh…. apes….. begitulah ceritanya, Jun!” kata Banowati menutup cerita.
“Makanya, aku bilang apa. Mestinya pesan-pesan dariku kamu hapus, toh kamu sudah menyimpannya di hati, bukan?” tukas Arjuna.
“Terus rencana kita selanjutnya bagaimana?” tanya Banowati.
“Kamu tenang aja dulu. Nanti aku konsultasikan dengan Ki Dalang,” jawab Arjuna, tersenyum. Ia ingat bagaimana dulu Ki Dalang menyelamatkan mereka ketika Banowati melahirkan anak pertamanya.
~0Oo~
Nun, di ruang kerjanya Duryodana sibuk membongkar file BB-nya Banowati. Ia belum menemukan siapa sebenarnya lelaki yang telah mengisi cinta dan rindu di hati istrinya itu.
Tancep Kayon!
PS: Kisah lain hubungan Banowati-Arjuna dapat dibaca di artikel Perselingkuhan Abadi Banowati dan Arjuna atawa Lesmana Anak Siapa?