Pulang malu, tak pulang rindu

Beberapa hari ini lalu-lintas jalan dari rumah ke kantor macetnya sedang lucu-lucunya. Untuk menyiasatinya, saya menggunakan motor. Selain bisa nyelap-nyelip di sela-sela kendaraan besar juga memudahkan mencari jalan tikus alternatif.

Tetapi kalau sedang malas kendarai motor sendiri, saya akan nge-grab untuk rute perjalanan ke kantor, dan ketika pulang kantor mbonceng teman (pesan transportasi online sekitar kantor saya susah sekali terdeteksi). Selama nge-grab saya selalu ngobrol dengan  mas Biker sambil menunggu antrian motor kembali berjalan di tengah kemacetan.

Biasanya pertanyaan pertama yang saya ajukan: sudah berapa lama ngojek online? Jawaban mereka hampir sama, masih di rentang waktu 1 – 3 bulan dan saat ini sedang mengisi waktu menunggu panggilan kerja di pabrik.

Mereka bekerja di pabrik dengan sistem kontrak (2 tahun), dan jika ada lowongan di tempat baru dan lolos seleksi mereka akan bekerja kembali. Karena jeda waktu untuk mendapat pekerjaan kembali diperkirakan cukup pendek, mereka tidak pulang kampung. Di masa menganggur seperti itu mereka ngojek online dan katanya lumayan penghasilannya.

[1]

Pada sutau pagi, motor Honda CBR menghampiri saya yang tengah menunggu kedatangan ojek online. Waktu melihat di aplikasi sih saya sempat kaget, bener nih ngojek pakai model CBR? Eh, benar juga.

Mas Biker bercerita saat ini menganggur sambil menunggu panggilan kerja di pabrik. Hasil bekerja selama 2 tahun ini salah satunya dapat membeli Honda CBR. Waktu bekerja di pabrik ia bilang sebulan dapat membawa pulang pendapatan kisaran 7 – 9 juta per bulan.

Suka ikut demo tuntut kenaikan upah, mas? Saya pancing pertanyaan seperti itu dan ia menjawab: saya mensyukurinya, pak.

[2]

Ojek online saya kali ini berplat nomor luar kota. Mas Biker-nya sudah berkeluarga, punya rumah di Bekasi bagian selatan yang ia cicil semenjak tahun kedua bekerja di sebuah pabrik yang ditutup operasionalnya tahun lalu. Pesangon yang diberikan oleh perusahaan ia belikan motor baru untuk ngojek.

Saya telateni saja pekerjaan ini, pak. Pagi-pagi tadi saya dapat tarikan dari Cikarang ke Karawang Barat. Bapak ini penumpang saya yang kedua.  Kemudian ia bercerita kalau persaingan ojek online di sekitar wilayah tempat tinggalnya saat ini sangat ketat, maka ia mencoba bergeser ke arah timur.

[3]

Hampir enam bulan jadi pengangguran sungguh menyiksa. Ia tidak lagi bekerja di pabrik otomotif, karena habis kontrak. Bukan nganggur beneran sih, wong nyatanya saat ini bekerja sebagai ojek online. Orang tua di kampung tidak tahu kalau ia ngojek untuk mendapatkan penghasilan agar bisa tetap rutin berkirim uang untuk sekolah adik-adiknya.

Pulang malu, tak pulang rindu!