Pulang dari Pemakaman Teman

: Wyslawa Szymborska

Yang pakai jas hitam ngoceh tentang proyeknya yang belum jelas berhasil-tidaknya meskipun jagoannya menang dalam adu sms melawan capres saingannya di pemilu sebuah Republik Demokratik Nusantik.

Yang sarungnya palekat tidak mau diajak istrinya mampir ke “Mal Firdaus” khawatir jangan-jangan ular yang suka melet-melet itu masih menjulur-julurkan lidahnya di atas onggokan buah apel impor di sana.

Yang tadi berpidato sambil sesenggukan atas nama keluarga si mati dengan sabar mengelus-elus kepala anak laki-lakinya yang sejak datang tak henti-hentinya bikin ribut minta pulang kebelet main game petak umpet dalam gadget yang kemarin dibelinya.

Yang pakai sepatu kets loncat-loncat kecil sambil nyengir becerita kepada yang pakai celana ketat tentang boss-nya yang ragu-ragu mau memindahkannya dari bagian basah ke bagian kering sebab khawatir kalau nanti kena demo anak buahnya.

Orang muda yang pakai songkok merah agak kegedean merangkul istrinya sambil bisik-bisik – untung kita tak mendengar apa yang dibicarakan pasangan yang baru nikah minggu lalu itu.

Yang berbaju batik terus mengomel tentang cuaca yang juga tidak membaik akhir-akhir ini, anaknya yang semata wayang keluar-masuk rumah sakit – “Meskipun kami sudah punya askes, Mas,” katanya.

Yang berjalan pincang-pincangan memakai tongkat rotan (yakin saya?) tumben kali ini sama sekali tak mau bicara, tampaknya bertanya-tanya kepada dirinya sendiri kenapa sih teman yang baru dimakamkan itu sampai hati benar mendahului dirinya.

Yang sudah tertimbun tanah menjadi saksi itu semua dan untuk pertama kalinya merasa sangat berbahagia; sayang si pincang sama sekali tak melihatnya.

– Sapardi Djoko Damono –