Pi dan Richard Parker

Apakah Anda pernah membaca buku Life of Pi karya Yann Martel? Kalau pernah, saya rekomendasikan untuk menonton film dengan judul yang sama, yang mungkin masih diputar di bioskop kota Anda. Saya jamin Anda nggak bakalan kecewa. Kebanyakan film yang diangkat dari cerita di buku (best seller) nggak sedahsyat kisah di bukunya. Namun, sekali lagi saya yakinkan Anda, film Life of Pi beda!

Ang Lee, sutradara Life of Pi mampu memvisualisasikan novel hebat itu secara luar biasa.  Ia adalah sutradara film asal Taiwan yang telah dua kali memenangkan Oscar dalam kategori Sutradara Terbaik, yakni  untuk film Crouching Tiger, Hidden Dragon (2000) dan Brokeback Mountain (2005). Tak mengherankan, jika Life of Pi menjadi film yang sangat spektakuler.

Siapa Pi? Ia seorang anak yang lahir di kota Pondicherry, India, yang waktu itu menjadi koloni Perancis. Pi tinggal bersama ayah, ibu dan kakaknya di sebuah kebun binatang yang dikelola ayahnya. Di masa sekolah ia menjadi bahan ledekan teman-temannya, gara-gara ia punya nama Piscine Moralto Patel, sebuah nama pemberian sang paman yang gemar berenang yang tinggal di Paris. Nama tersebut diambil dari nama kolam renang. Teman-teman sekolahnya memelesetkan namanya sebagai pissing atawa kencing. Pada kesempatan memperkenalkan diri di dalam kelas, Pi maju ke depan kelas, menggambar lingkaran dengan jari-jari, kemudian ia menuliskan Bilangan Pi di papan tulis:

3.1415926535897932384626433832795028841971693993751… dst
sampai menghabiskan dua papan tulis. Ia hapal di luar kepala.

Terus, siapa Richard Parker? Ini nama seekor macan Bengali yang dipelihara oleh ayahnya di dalam kebun binatangnya. Ketika terjadi pergolakan politik di Pondicherry, ayahnya memutuskan bermigrasi ke Kanada dengan membawa semua binatang miliknya. Mereka naik kapal kargo TsimTsum yang berbendera Jepang.

Kisah Pi dimulai ketika kapal kargo tersebut dihantam badai dan tenggelam di Samudera Pacific. Tak ada yang selamat, kecuali Pi bersama seekor zebra, seekor hiena, seekor orang utan, dan …. Richard Parker. Kelimanya nggak sengaja terjatuh ke kapal sekoci ketika kapal kargo oleng dihantam ombak. Hukum alam berlaku di sini, siapa yang kuat memangsa yang lemah. Di tengah laut nan luas itu, mereka yang di dalam sekoci menyusut menjadi dua: Pi dan Richard Parker.

Mereka mampu bertahan hidup selama 227 hari di tengah lautan.

Life of Pi merangkum isu sensitif seperti toleransi beragama, spiritualisme, bahkan rasisme dengan cara yang sangat elegan, tanpa niat berkhotbah. Di tengah lautan Pi merasakan semakin dekat dengan Tuhan yang mengirimkan badai dan petir serta gelombang dahsyat. Bahkan ia pasrah jika saat itu Tuhan akan mengambil nyawanya dan berkumpul bersama ayah, ibu dan kakaknya yang tewas tenggelam.

Jangan ditanya apa agama Pi. Di masa kecilnya dulu ia pernah menemukan kehadiran Tuhan di agama mana pun. Suatu ketika ia memperoleh ketenteraman ketika memandangi Dewa Wisnu. Atawa ketika ia memasuki sebuah gereja kecil dekat kampungnya, ia menjadi begitu  menyayangi Kristus yang disalib. Atawa ketika ia berjalan di dekat masjid, ia merasakan kehadiran-Nya melalui suara azan dan orang yang berzikir di dalam masjid.

Sekali lagi, Life of Pi adalah novel dan film yang luar biasa.