Petruk mantu [3]

Prabu Pandupergola gelisah setelah tahu kalau anak perempuannya berpacaran dengan Lengkung Kusumo, anak lelaki Petruk. Kenapa mesti gelisah? Bukankah ia mestinya bangga akan mendapatkan besan seorang raja?

Perasaannya semakin tidak karuan setelah mendapatkan kabar kalau minggu depan rombongan Prabu Petruk akan datang ke Trancanggribig untuk melakukan lamaran. Kabar itu dibawa langsung oleh utusan dari istana Loji Tenggara.

“Kenapa bapak kelihatan ngelu begitu? Apa utusan dari Loji Tenggara membawa kabar buruk?” tanya Nalawati kepada Prabu Pandupergola.

Nalawati menatap mata bapaknya. Lelaki berkaki pincang, bermata juling dan tangan kirinya sulit digerakkan itu mencoba tersenyum kepada anak perempuannya yang cantiknya mewarisi ibunya.

“Mungkin sudah saatnya aku lengser keprabon, Nduk!”

Lengser piye to pak? Bukannya tahta yang bapak punya belum saatnya diserahkan kepada putra mahkota?”

“Petruk akan membongkar penyamaranku. Itu takdir yang tertulis untukku.”

Nalawati menggelendot ke lengan bapaknya. Prabu Pandupergola mengusap rambut anak satu-satunya itu dengan rasa kasih saying sempurnya milik seorang ayah.

“Kamu sudah tahu sejarah bapak dan paklikmu Petruk to, Nduk?”

Nalawati menganggukkan kepala. Ia ingat cerita bapaknya beberapa tahun lalu. Bapaknya sering mendongengkan kisah pertempuran dua ksatria yakni Bambang Sukati dan Bambang Penyukilan. Kedua Bambang sama-sama sakti dan dalam pertempuran tersebut keduanya babak belur, sebelur-belurnya. Ujud mereka yang semula ganteng, kemudian hancur lebur, selebur-leburnya.

Mereka ditemukan oleh Semar, lalu diangkatlah mereka menjadi anak. Pemuda yang bertubuh kecil-pendek diberi nama Gareng dan yang bertubuh kurus-tinggi diberi nama Petruk.

“Tapi bapak sekarang kan sudah menjadi raja, seperti halnya Paklik Petruk. Ngomong-ngomong, rakyat Trancanggribig itu tahu nggak sih kalau sebenarnya bapak ini Gareng, anaknya Semar?”

Penglihatan Prabu Pandupergola alias Gareng menerawang ke plafon istana. Ia tengah membayangkan peristiwa beberapa bulan sebelumnya, saat ia ketiban wahyu hingga didapuk menjadi seorang raja di Kerajaan Trancanggribig.

“Pak, kok malah ngelamun sih? Kalau ada masalah tolong curhatin ke aku, pak.”

Prabu Gareng menghela nafas, lalu dengan segera ia hembuskan. Ia ingin bercerita kepada Nalawati kenapa ia bisa didapuk menjadi Raja Trancanggribig.

bersambung ke Bagian 4