Datang hujan bulan Juni


tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

Hujan Bulan Juni – Sapardi Djoko Damono

Dalam perjalanan dari makan siang di Rest Area 57 tol Jakarta-Cikampek tadi siang, di KM 58 tiba-tiba cuaca mak prepet lalu turunlah hujan. Padahal sebelumnya sangat terik. Hujan merata sampai di Dawuan Cikampek, dan ketika saya kembali ke kantor melalui KM 54.400 masih diguyur hujan. Menanti datang hujan bulan Juni seperti lelaki yang tengah termangu karena menahan gejolak rindu kepada kekasih hatinya. Ia merahasiakan renjana yang telah membuat sesak dadanya, meskipun rahasia itu diketahui dengan pasti oleh kekasihnya yang juga rindu kepadanya. Mak nyes, menyejukkan jiwa. Ya hujannya, ya karena bertemu kekasih hati.

***

Tanggal 1 Juni 2015 lalu, Kika berkirim WA ke saya: Pa, banyak yang memposting hujan bulan Juni, tuh. Saya membalas WA itu dengan: Sajak karangan mbah kung bagus banget ya? Ia pun membalas dengan emo nyengir.

Dalam hati saya berharap kapan datang hujan bulan Juni? Alhamdulillah, ada bahan posting tentang hujan bulan Juni.

Di belahan bumi bagian India, ada hawa sangat panas yang membunuh ratusan jiwa. Di sudut bumi yang lain, banyak orang mengeluhkan cuaca panas, seakan atmosfer tak mampu lagi menyaring suhu panas yang dipancarkan matahari. Panasnya telah menggelisahkan jiwa. Tukang kipas kehabisan dagangan sebab diborong oleh orang yang ingin mendinginkan suasanya hatinya.

Lagi-lagi, datangnya hujan bulan Juni begitu menenteramkan jiwa-jiwa yang panas membara.

Resapi sajak Hujan Bulan Juni-nya Pak Sapardi, apa yang sedang Anda rasakan kini?