Perangkap Drupadi

Sairandri menjanjikan malam pengantin untuk Kicaka. Hati yang berbunga-bunga membuat Kicaka ramah kepada orang-orang di sekitarnya. Tentu saja hal ini membuat heran semua punggawanya, Kicaka yang biasanya temperamen, kini bermurah senyum. Itulah perasaan yang sedang dimabuk asmara.

Sesiang itu, Kicaka sudah mandi dua kali. Ia ingin tampil sempurna di hadapan Sairandri saat olah asmara nanti. Jenderal bintang empat yang masih jomblo itu tak henti-hentinya berdiri di depan cermin. Rambut dan kumis telah ia rapikan. Belasan parfum dicobanya satu persatu, ia ingin menyesuaikan dengan gelora cinta di dadanya.

Sesaat ia melirik TV di kamarnya yang sedang menyiarkan pernikahan agung antara Mas William Arthur Philip Louis dan mBak Catherine Middleton. Dalam benaknya, ia ingin sekali mempersunting Sairandri yang jelita lalu bersanding di pelaminan agung seperti pewaris tahta Kerajaan Inggris itu. Baginya, Sairandri sudah membuka hati untuknya. Ini peluang emas, dan ia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Cinta yang tidak terpaksa akan indah untuk dinikmati bersama.

Ketika Pangeran William mengecup bibir Putri Catherine Middleton, Kicaka membayangkan kalau itu dirinya yang sedang mengecup bibir Sairandri. Hati Kicaka semakin tidak sabar saja, ia berharap hari segera berganti menjadi malam. Maka untuk menghilangkan gelisah hatinya, ia mendendangkan lagu Hujan Gerimis-nya Benyamin S:

eh ujan gerimis aje
ikan teri diasinin
eh jangan menangis aje
yang pergi jangan dipikirin

eh ujan gerimis aje
ikan lele ada kumisnye
eh jangan menangis aje
kalo boleh cari gantinye

mengapa ujan gerimis aje
pergi berlayar ke tanjung cina
mengapa adik menangis aje
kalo memang jodo nggak ke mana, hei hei

eh ujan gerimis aje
ikan bawal diasinin
eh jangan menangis aje
bulan syawal mau dikawinin

mengapa ujan gerimis aje
pergi berlayar ke tanjung cina
mengapa adik menangis aje
kalo memang jodo nggak ke mana, hei hei

jalan jalan ke menado
jangan lupa membeli parang
kalo niat mencari jodo
cari yang hitam seperti saya

~oOo~

Hari merambat malam. Ruang tari sudah sepi. Dengan mengendap-endap Kicaka masuk melalui lorong yang tidak biasa dilalui orang-orang. Ruang tari gelap, ia terus masuk saja menuju ruang paling dalam. Ia tersenyum ketika di balai-balai dilihatnya sesosok manusia yang sedang terbaring yang memunggunginya. Ia segera mengampiri dan membisikkan kata-katanya di dekat kepala orang yang terbaring di depannya.

“Sairandri, aku datang sayangku… sambutlah pengantin lelakimu ini!”

Sairandri diam. Jemari Kicaka mengelus pundak Sairandri sambil melontarkan kalimat-kalimat rayuan. Kemudian jemari Kicaka berpindah ke lengan Sairandri dan ia berhasil menggenggam jemari Sairandi.

“Honey, ayolah jangan malu-malu. Mari kita mulai permainan asmara ini. Btw, jemarimu ternyata besar-besar dan kasar juga ya. Ya..ya… mBak Sudesha pasti memaksamu untuk bekerja keras sepanjang hari..”

Kicaka tidak sabar. Ia segera membalikkan tubuh Sairandri. Tetapi betapa terkejutnya ia ketika yang ia dapati bukan Sairandri. Ia segera mundur tiga langkah, dan berteriak.

“Siapa kamu? Mana kekasihku Sairandri?”

“Hoa..ha…ha… perkenalkan aku hai Kicaka. Akulah si raksasa suami Sairandri. Aku akan meremukkan kepalamu karena kamu telah berani mengganggu kehormatan istriku!”

Kicaka masuk perangkap yang dipasang oleh Drupadi dan Bima. Benar, Bima yang tinggi besar dengan muka berewokan memang mirip raksasa. Ia sengaja berpura-pura menjadi Sairandri yang tidur di balai-balai untuk menjebak Kicaka.

Sebagai seorang panglima yang telah terlatih ia tidak gentar menghadapi Bima. Ia segera mengeluarkan pistol dari balik bajunya siap ditembakkan ke arah Bima. Tetapi Bima tak kalah gesit. Tangan Kicaka ditendang oleh Bima sehingga pistol terlepas. Tak menunggu lagi, ia mulai menghajar Kicaka. Panglima Kerajaan Matsya itu selalu berhasil menangkisnya. Bima kalap. Ia semakin garang menerjang Kicaka. Perkelahian itu menimbulkan keributan dan menarik perhatian penghuni istana Wirata. Orang-orang tidak berani masuk ruang tari. Mereka terkejut ketika sesosok tubuh yang telah hancur terlempar ke halaman depan ruang tari. Tubuh Kicaka yang telah diremukredamkan oleh kemarahan Bima. Kicaka tewas mengenaskan.

Drupadi segera menyusul keluar. Dengan keberaniannya, ia berkata lantang kepada oarng-orang yang berada di sekitar tempat itu.

“Kicaka telah mendapatkan balasannya. Ia telah dibunuh oleh suamiku yang raksasa. Jangan sekali-sekali mengganggu kehormatanku!”

Drupadi segera berlalu dan masuk ke dalam biliknya. Kebenaran kabar kalau suami Sairandri adalah raksasa segera saja tersebar ke seluruh Wirata.

sebelumnya