Pengamen rumahan

Kini ku mengenang dirimu. Aku gelisah selalu. Jangan kau lupakan diriku. Berita ku harap darimu.

Lagu Kerinduan milik Bob Tutupoli mengalun sangat merdu dari bibir pengamen yang datang ke rumah ibu. Ia petik gitarnya tidak asal-asalan dan memang ia piawai betul main gitar.

Saya berikan uang lima ribu di tengah ia menyanyi. Ia mengulurkan tangan menerima uang tersebut dan meliriknya.

Artanipun gangsal ewu, Om?” ia bertanya sambil menegaskan kalau uang yang ia terima sebesar lima ribu.

Nggih, Mas,” jawab saya singkat.

Badhe pun susuki?” ia bertanya lagi apakah ia perlu memberikan uang kembalian.

Mboten sah,” saya menggelengkan kepala.

Matur nuwun. Menawi makaten kula rampungke lagunipun,” ia mengucapkan terima kasih dan melanjutkan nyanyiannya.

Saya duduk di balai-balai kayu bikinan bapak yang ditaruh depan teras rumah sambil mendengarkan suara empuk Mas Pengamen.

***

Rumah ini mengingatkan sebuah nostalgia tentang pengamen rumahan yakni pengamen yang datang dari rumah ke rumah. Ada sekelompok pengamen terdiri dari 3 orang, masing-masing pegang bas, gitar dan ukulele. Mereka kalau mengamen sangat profesional: satu lagu dituntaskan, lagu keroncong.

Mereka kalau datang ke rumah selalu di hari minggu siang, karena bapak saya ada di rumah. Saya lupa berapa biasa bapak ngasih uang kepada mereka tapi yang saya ingat, bapak suka menjamu mereka dengan makanan kecil, kopi dan beberapa batang sigaret.

Waktu itu saya masih SD atau SMP, dan setelah itu mereka pergi entah ke mana kareba saya ndak pernah ngonangi lagi mereka mengamen ke rumah.

***

Mas Pengamen menyelesaikan nyanyiannya. Ketika ia hendak pamit, saya penggak. Saya minta satu lagu lagi.

Setunggal lagu malih, Mas. Mangke kula tambahi gangsal ewu malih!” kata saya minta satu lagu lagi dan akan menambah lima ribu lagi.

Lagu napa, Om?” ia bertanya lagu apa yang saya minta.

Gandheng niki dinten Minggu, saged mboten lagune Koes Plus Kisah Sedih di Hari Minggu?” saya pun meminta lagu Koes Plus, ngepasin hari minggu.

Jreng… ia pun melantunkan lagu rekuesan saya. Ibu saya keluar dari dalam rumah, dengan membawa penasaran: wong mbarang kok suwe eramĀ (orang ngamen kok lama banget sih).

Ibu ikutan duduk di sebelah saya.