Berasa muda

Usia bapak saya 79 tahun, tetapi selalu merasa muda. Ia terus saja bergerak selepas subuh hingga menjelang tidur. Ada saja aktivitas yang dilakukan seperti menyapu halaman, memelihara aneka binatang (burung, ayam, kelinci dan kucing), berkebun atau sekedar bersih-bersih rumah. Ia juga prigel dengan aneka pekerjaan pertukangan dan perbengkelan.

Mungkin karena ada waktu luang, ia mencoba bisnis kecil-kecilan: jualan gas tabung hijau dan menyewakan kompor gas. Siapa konsumen bapak? Ada saja yang membeli gas tabung hijau, apalagi kalau persediaan gas di warung-warung habis maka mBah Sapardi – demikian ia dipanggil – akan menjadi tujuan terakhir mendapatkan gas. Tak banyak ia menyediakan gas, paling banter berjumlah belasan saja.

Lalu, siapa konsumen yang menyewa kompor gas? O, iya saya kasih gambaran dulu bagaimana bentuk kompor gas bapak saya, yakni seperti kompornya tukang martabak atau nasgor gitu. Ia bikin bentuk portabel, bisa digunakan untuk segala situasi. Nah, mereka yang suka menyewa kompor gas bapak adalah pengusaha katering, orang yang lagi punya hajat (dengan cara memasak sendiri) atau para pebisnis yang bikin kue yang sedang kebanjiran order. Di bulan haji seperti inilah kompor gas bapak laris manis.

Bapak saya senang mancal sepeda untuk memenuhi kebutuhan mobilitasnya. Ia masih kuat mengayuh sepeda Karanganyar – Solo yang berjarak 30 km pp. Untuk kulak gas, boncengan sepeda ia taruh keranjang sebagai wadah tabung gas. Sebetulnya bapak juga punya sepeda motor tua, yang kadang ia gunakan memboncengkan ibu misalnya pergi ke pengajian-pengajian kumpulan haji jika tak ada tebengan mobil. Selebihnya motor tersebut hanya dielus-elus saja sehingga tak mengherankan kalau penampakannya selalu cling.

Kira-kira setahun lalu di saat ia kangen berat pada cucunya yang tinggal di Kediri Jawa Timur, ia nekat mengendarai motor tuanya. Ia berkendara sendirian dan tentu saja tanpa restu ibu. Jarak Karanganyar – Kediri sekitar 200-an km, ditempuh dalam waktu 5 jam. Gegerlah kami, anak-anak bapak, dengan ulah bapak tersebut. Kami melarang bapak untuk naik motor kembali ke Karanganyar. Larangan kami dicuekin, dan diam-diam ia kembali ke Karanganyar dengan tetap mengendarai motornya. Sebetulnya kami sangat memaklumi kekangenan bapak pada para cucunya, apalagi cucu Kediri jarak rumahnya paling dekat ke Karanganyar dibandingkan para cucunya yang lain. Tapi demi keselamatan bapak, melarangnya mengendarai motor sejauh itu rasanya bukan perbuatan durhaka kepada orang tua, bukan?

***

Sabtu, 27 Sept 2014 kira-kira selepas lohor.

Telepon rumah berdering, panggilan dari RSUD Caruban. Ibu mengangkat telepon tersebut dan mendapatkan kabar yang mengejutkan dirinya: bapak kecelakaan dan sekarang berada di UGD RSUD Caruban Madiun Jawa Timur.

Mau tahu petualangan bapak saya hingga ia dirawat di UGD? Kisahnya berlanjut di sini.