Nyekar

Dalam khazanah budaya Jawa, setiap memasuki bulan Ruwah atawa Sya’ban terdapat sebuah adat yang dilakukan oleh sebagian besar warga, yaitu nyekar ke makam leluhur. Ritual nyekar dilengkapi dengan ubarampe kembang setaman seperti mawar dan melati. Maka tak heran ketika bulan Ruwah seperti ini, permintaan bunga cukup tinggi yang dibarengi dengan harga yang melonjak tinggi pula.

Nyekar dari kata dasar sekar (bunga), nyekar berarti memberi/menabur bunga. Tapi kalau nyekar nggak menggunakan bunga boleh nggak ya? Boleh saja, ziarah kubur kan untuk mendoakan si marhum sekaligus mengingatkan diri kita kalau suatu ketika kita akan menyusul menjadi ahli kubur.

Entah mulai kapan tradisi tahunan ini dimulai. Memang, setiap masuk bulan Ruwah di pemakaman-pemakaman ditandai dengan banyaknya masyarakat yang nyekar ke sana. Bahkan, bagi sebagian perantau, menyempatkan pulang kampung hanya untuk nyekar di makam leluhurnya. Konon, menurut keyakinan orang Jawa,  bulan Ruwah sebagai bulan untuk meruhi/menyaksikan arwah dalam arti harfiah, sedangkan maknanya dapat diartikan sebagai upaya spiritual untuk mendoakan arwah para leluhur dapat diampuni dosa-dosanya oleh Gusti Allah.

Selain nyekar ada tradisi lain yang berkaitan dengan bulan Ruwah, yaitu tradisi nyadran yang merupakan kegiatan gotong-royong masyarakat desa untuk bersama-sama membersihkan makam desa, kemudian berdoa bersama dan ditutup dengan makan bersama, di mana nasi dan lauk-pauknya hasil urunan warga sendiri.