Merantau Kuliah

Na, selamat ya dirimu diterima kuliah di UNS Solo. Ayahmu kemarin bercerita kepadaku, ia mengkuatirkan dirimu jika merantau di kota Solo, di mana ia sama sekali belum mengenal situasi kota yang disebut The Spirit of Java itu. Maklum, waktu kalian habiskan di ibukota negara. Oh iya, ayahmu bilang kamu senang sekali ketika tahu kamu diterima di fakultas pilihanmu. Aku hanya bisa berkata kepada ayahmu: biarkan anakmu kuliah jauh dari rumahnya, biar ia belajar mandiri dan bertanggung jawab atas dirinya.

Na, kamu mesti berani merantau. Apalagi untuk menuntut ilmu. Lagi pula, kamu tidak tahu, selepas kuliah nanti kamu akan bekerja di kota mana. Setidaknya, dengan merantau di Solo kamu sudah belajar hidup jauh dari orang tua. Maukah aku ceritakan kisah lima orang sekawan yang juga merantau dalam kuliahnya dulu, setidaknya untuk membesarkan hatimu?

Adalah lima sahabat: Didit, Nano, Siwi, Teguh, dan Tarto. Mereka satu kelas. Persahabatan mereka semakin akrab ketika memasuki kelas 3 SMA. Sedari semester 1 mereka membentuk kelompok belajar untuk mempersiapkan masuk bangku kuliah. Waktu itu tahun 1986 seleksi masuk Perguruan Tinggi dikenal dengan Sipenmaru (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Mereka pun mendaftar Sipenmaru.

Arkian, saat pengumuman Sipenmaru yang mereka baca dari koran pagi, Didit diterima di ITB Bandung, Nano dan Tarto diterima di UGM Yogya, Siwi di UNS dan Teguh di Unsoed Purwokerto. Mereka merantau kuliah. Siwi yang paling dekat tempat kuliahnya, tidak perlu ngekos. Setelah mereka lulus dan bekerja, hanya Tarto yang kembali ke kampung halamannya, sebagai bankir sedangkan yang lain tinggal dan bekerja jauh dari kampungnya.

Sebelum kamu berangkat merantau, aku akan menceritakan tentang kota Solo.