Blakanis, pengikut kejujuran

Dalam persidangan yang mengadilinya, Jamil Akamid mengatakan hal ini saat pembelaan.

“Suatu ketika saya membaca satu tulisan yang mengutip kalimat Ki Blaka. ‘Saya menangis melihat ada anak-anak mati kelaparan. Saya menangis, karena kalau saat itu ada kejujuran, tak akan terjadi anak mati kelaparan.’

“Kata-kata itu mengubah jalan hidup saya.

“Saya pergi ke kampung Blakan dengan susah payah. Dan di sanalah jawabannya. Kalau sekarang saya diadili karena apa yang saya katakan – juga saya lakukan, itu perwujudan kata-kata Ki Blaka: ‘Kita mempertanggungjawabkan sendiri, karena sesugguhnya kita ini sendiri.’

“Sejauh yang bisa saya pahami, inilah kalimat yang menyengat dan tepat. Dengan sendiri, yang dimaksud Ki Blaka adalah kekuatan perorangan, kekuatan individual, orang per orang. Kekuatan ini menyusut atau hilang ketika diadopsi oleh kekuatan kelompok. Saya contoh yang nyata. Ketika saya menjadi menteri, ketika saya menjadi pemimpin partai, ketika saya masih menjabat di organisasi, semua yang saya katakan tadi membela saya. Sehingga saya tidak bisa dibuktikan korupsi, tidak bisa dibuktikan menyalahgunakan kekuasaan. Hanya kesalahan administratif dan tidak bisa dihukum.

“Nyatanya begitu.

“Sekarang adili saya seadil-adilnya.

“Itulah kejujuran , Bapak-bapak Hakim. Kejujuran akan menghasilkan keberanian, keberanian membuat tegas. Katakan yang salah, katakan yang benar.” (hal 236 – 237)

~oOo~

Bagaimana mungkin aku bisa mengatakan aku percaya Tuhan, beriman kepada Tuhan kalau aku tidak mulai dengan jujur? Ini yang dikatakan lelaki tua dengan daun telinga kecil dan lubang hidung gede yang menyebut dirinya Ki Blaka. Lelaki yang nyaris tanpa prestasi apa-apa, yang ingin jujur dalam segala hal. “Musuh utama kejujuran bukan kebohongan, melainkan kepura-puraan. Baik pura-pura jujur atau pura-pura bohong.” Inilah yang dicatat oleh pengikutnya berdasarkan ingatan. Banyak kesaksian lain ketika mereka mencoba hidup dengan jujur, dengan apa adanya, hidup dengan blaka.

Dan ketika para Blakanis, sebutan pengikut Ki Blaka, menyebar, mulai terjadi perubahan: anak-anak sekolah tak mau nyontek, koruptor menceritakan secara gamblang apa yang dijalaninya, sampai dengan pengalaman pribadi perempuan yang pernah diantre. Puncak semua gerakan ini adalah ketika pengikut tidak mau mempergunakan mata uang dolar, tak mau belanja ke resto cepat saji, dan semua barang impor dikirim kembali ke negeri asalnya.

Judul buku: Blakanis • Penulis: Arswendo Atmowiloto • Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (Juni, 2008) • Tebal: 283 halaman