Negeri berjuta pengemis

Dalam khazanah bahasa Jawa dikenal sebuah ungkapan kridha lumahing asta (kridha = bekerja, lumahing asta = menengadahkan tangan), sebuah istilah yang sangat halus untuk menyindir suatu perbuatan yang sangat hina: mengemis!

Ya, kita hidup di negeri berjuta pengemis. Sebuah profesi yang merendahkan martabat diri sendiri. Tak hanya berujud bocah kecil, namun pelakon ngemis ini ada yang berusia renta. Berbagai macam cara digunakan untuk membangkitkan rasa iba: ada yang mempertontonkan cacat tubuh bahkan menyewa bayi yang masih merah. Kalau bayi itu sakit-sakitan akan lebih baik, karena terkesan lebih dramatis dalam proses mengemisnya nanti. Perbuatan mengemis dapat dilakukan secara sangat sopan sampai dengan cara memaksa. Seorang pengemis di Solo atawa di Jogja sana mempunyai kalimat pembuka yang ampuh untuk mengetuk iba yaitu paring-paring den…. (mohon memberikan sesuatu, tuan….), dengan memasang wajah memelas. Tindakan mengemis dengan cara memaksa contohnya calo, karena selain meminta kadang ditambah dengan cara memaksa.

Kridha lumahing asta menjadi pekerjaan utama, karena memang itu satu-satunya yang dapat dilakukannya. Dan konon hasil mengemis itu bisa untuk membangun sebuah rumah mewah!

Model lain kridha lumahing asta yaitu pengamen yang asal njeplak mulutnya. Tanpa iringan musik, mereka hanya mengandalkan tepuk tangan atawa paling banter memakai alat musik kecrek-kcrek dari tutup botol. Ada yang berpenampilan baju koko plus peci lusuh membawa selembar surat yang tak kalah lusuhnya yang ditaruh di dalam plastik. Semakin banyak kita memberikan uang kepadanya, doa yang dipanjatkannya pun semakin panjang.

Kridha lumahing asta tak hanya dilakukan oleh kaum marjinal, namun dilakukan juga oleh orang-orang yang berpendidikan dan punya kedudukan jabatan. Istilah terkenalnya pungli (pungutan liar) yang bisa dilakukan oleh birokrat mulai tingkat bawah hingga tingkat tinggi. Pungli di jalanan hingga yang dilakukan di ruang ber-AC, dari yang kentara hingga yang secara sembunyi-sembunyi. Pengemis jenis ini tidak menyedot rasa iba kepada yang dimintai, namun ia menunjukkan kekuasaannya untuk mengemis.

Kyaine, tindakan korupsi itu masuk kategori kridha lumahing asta, mboten nggih?

Bukankah tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah?