Nasihat sabar

Saya tiba di kediaman Kiai Budi hampir jam sepuluh malam. Di pendapa masih ada tiga orang yang tengah berbincang dengan kiai yang seumuran dengan saya itu, mungkin mereka masih enggan beranjak setelah ngaji malam reboan. Saya ikut duduk di antara mereka.

“Tolong nasihati saya tentang kesabaran, Kiai,” saya memohon kepadanya. Saya telah puluhan tahun mengenal Kiai Budi, sehingga sebagai kiai tasawuf saya yakin betul ia sudah sampai pada maqam sabar.

Ia mendekati saya, lalu berkata, “Pejamkan mata dengan rileks mas!”

Saya mengikuti perintah selanjutnya. Sangat sederhana: tersenyum sambil tetap memejamkan mata. Sekitar tiga puluh detik saja, dan saya pun diminta membuka mata kembali.

Sajak akeh beban pikiran yo?” ia bertanya sambil terkekeh.

Saya menganggukkan kepala dengan malu-malu.

“Sabar iku kuncine sukses wong kang beriman. Sabar itu separoh dari iman sebab iman terdiri dari dua bagian. Setengahnya adalah sabar dan setengahnya lagi syukur. Baik itu ketika bahagia ataupun dalam keadaan susah. Ali bin Abi Thalib bahkan menyatakan bahwa hubungan antara sabar dengan iman seperti hubungan antara kepala dengan badan.” 

Saya menyimak perkataan Kiai Budi.

“Makna sabar pada dasarnya sikap menahan diri terhadap apa yang tengah menimpanya. Sampeyan kudu selalu belajar laku sabar. Menyengaja dan menyiapkan diri berkelindan dengan seribu satu kesulitan dan derita dalam hidup dengan sikap sabar, tanpa ada keluhan sedikit pun”.

“Apakah sabar di sini bisa diartikan tabah hati, Kiai?”

“Benar, mas. Seumuran kita ini belum terlambat untuk belajar laku sabar. Coba dinilai sendiri, apakah kita termasuk kelompok orang yang berjuang untuk sabar, atau orang yang sabar atau malah orang yang sangat sabar? Kesabaran itu tidak ada batasnya. Jika masih terdapat batasnya maka itu bukanlah kesabaran.”

Kiai Budi mempersilakan saya meminum kopi hitam yang baru saja disajikan oleh salah satu santrinya.

“Permulaan sabar adalah pahit, tetapi manis pada akhirnya.”

Ilmu sabar yang dibagikan oleh Kiai Budi kepada saya mungkin baru seujung kuku, dalam kunjungan berikutnya saya akan lebih dalam lagi belajar laku sabar.