Mobil murah oh mobil murah

Kang Pendi berkacak pinggang di depan rumahnya. Sesekali kepalanya ditelengkan ke kiri dan ke kanan. Ia bukan sedang senam kesegaran jasmani. Tangan di pinggang ia lepaskan. Ia bergerak hadap kanan, lalu hap…. satu…. dua… tiga… kaki-kakinya melangkah tegap. Kepalanya digeleng-gelengkan.

Nyonya Pendi yang berada di dekatnya menghentikan sejenak kegiatan menyuapi anak semata wayang mereka. Kang Pendi masuk ke rumah dan sebentar kemudian keluar lagi dengan membawa meteran gulung. Ia minta tolong kepada istrinya untuk memegang ujung meteran. Sreet…. ia tarik meteran dan mentok di tembok rumahnya. Lagi-lagi ia gelengkan kepalanya yang cuma satu-satunya itu. Gayanya menggeleng mirip Shahrukh Khan, bintang film India kesukaannya.

Nggak cukup, bu. Nggak mungkin to kita bongkar tembok ini, bisa-bisa kita nanti tidur di ruang tamu,” ujar Kang Pendi.

“Memang untuk bikin garasi perlu berapa meter, pak?” tanya Nyonya Pendi.

“Ya… untuk mobil yang kita taksir sih setidaknya perlu panjang tiga meteran gitu deh!” jawab Kang Pendi. 

Sejak LCGC (low cost green car) alias mobil murah diluncurkan, suami-istri itu ingin memilikinya. Semurah-murahnya, mereka toh tak mampu juga membeli secara tunai, kudu dicicil. Sementara itu rumah mereka hanya bertipe dua-satu. Makanya, Kang Pendi pusing mereka-reka bagaimana mobil bisa dibuatkan garasi di rumahnya yang luasnya cuma sak-nil itu.

“Apa tabungan yang ada kita pakai dulu untuk bikin garasi ya, pak? Kamar sedikit kita bongkar, lalu ruang tamu sementara kita renovasi jadi kamar tidur?” usul Nyonya Pendi.

“Wah… ya jangan. Ntar kita nggak bisa bayar de-pe kredit mobil, ujung-ujungnya kita nggak bakalan punya mobil atuh!” keluh Kang Pendi.

Disepakati keduanya, sementara mobilnya nanti diparkir di jalan depan rumah.

Syahdan, pulang dari dealer mobil Kang Pendi berwajah sumringah. Prosesi kredit mobinyal telah disetujui oleh perusahaan pembiayaan, paling lambat esok harinya mobil sudah dikirim ke rumahnya. Dan karena tak punya garasi, mobil baru milik Kang Pendi diparkir di jalan depan rumahnya, seperti rencana semula.

Namanya juga mobil baru, Kang Pendi sangat sayang kepadanya. Saban ada waktu luang ia mengelus-elus bodinya. Suatu hari, ketika ia sedang menikmati makan malam, terdengar bunyi klakson yang ditekan berkepanjangan. Kang Pendi keluar rumah dan menengok ke arah jalan. Rupanya ada mobil yang minta jalan, sebab mobil Kang Pendi menghalangi jalan. Meskipun mobil Kang Pendi kecil namun lebarnya memakan badan jalan separoh lebih. Maklum, jalan di kompleks perumahan RSS sangat sempit.

Kang Pendi segera mengambil kunci kontak dan memindahkan mobilnya. Setelah mobil yang minta jalan tadi sudah lewat, Kang Pendi mengembalikan mobilnya ke tempat semula.

Ada kebiasaan yang berubah di rumah tangga Kang Pendi. Sekarang ia lebih sering tidur beralas tikar di ruang tamu. Pisah ranjang karena berantem sama istrinya-kah? Bukan. Ia sengaja tidur di sana sekalian mengawasi mobilnya. Malam hari rawan pencurian.

Akibatnya, ia sering mengantuk di tempat kerja. Dan hal itu telah menjadi perhatian atasannya. Dua kali ia mendapatkan peringatan lisan perihal kantuknya. Anehnya, meskipun ia telah punya mobil, ia masih memakai motor kalau berangkat ke tempat kerja. Saking sayangnya pada mobil barunya.

Bunyi dering ponselnya mengagetkan syaraf kantuknya. Di ujung telepon istrinya memanggil.

“Pak, lekaslah pulang. Mobil kita baret-baret, dicoret-coret anak-anak tetangga dengan pecahan genteng!” lapor istrinya dari rumah.

Kang Pendi ndlosor di lantai. Punya mobil ternyata bikin sengsara. Ia berkata dalam hati.