Musim kemarau baru berjalan tiga puluh lima hari, namun air di telaga di tengah savana itu cepat sekali surutnya. Di sanalah berbagai marga satwa saling bertemu, bercengkrama, bermain-main air bahkan tak jarang perkelahian terjadi disebabkan oleh ego masing-masing binatang. Apalagi di saat air telaga yang tinggal sedikit seperti sekarang ini, pertengkaran di antara mereka kian parah saja.
Ikan-ikan mulai diburu oleh predator, bahkan anak ikan yang masih kecil sekalipun menjadi santapan yang sedap. Tumbuhan hijau di sekitar telaga sudah meranggas, tinggal akar-akarnya saja. Hewan-hewan mulai saling memangsa.
Syahdan, keadaan yang demikian membuat gelisah seekor bangau dan kura-kura, dua sahabat yang demikian akrab. Mereka tahu kalau selama ini mereka menjadi incaran seekor musang yang jahat. Jika hari masih terang, mereka bisa berlindung di antara kawanan hewan besar yang bukan pemangsa mereka, tetapi jika malam tiba mereka mesti waspada. Mata musang yang berkilat sering membuat bulu kuduk berdiri. Malam yang seharusnya digunakan untuk tidur, mereka malah terjaga sepanjang malam.
Keadaan yang demikian membuat bangau memutar otak bagaimana menghindari bahaya. Ia pun pamit kepada sahabatnya, kalau ia ingin terbang jauh untuk mencari telaga lain yang mungkin masih banyak airnya. Dengan berat hati, kura-kura itu mengiyakan rencana bangau untuk sementara meninggalkannya.
Tanpa terasa sudah tiga hari bangau pergi. Kura-kura gelisah menunggu kabar dari sahabatnya itu. Sepanjang hari-harinya ia menengadahkan kepala ke langit untuk memastikan kedatangan bangau membawa berita yang menggembirakan.
Betul saja, dari kejauhan bangau terbang mendekati telaga kering dan turun di samping kura-kura.
“Tak jauh dri tempat ini ada telaga yang masih banyak airnya, ayo kita pindah ke sana!” katanya berapi-api.
Berita yang dibawa oleh bangau sontak terdengar marga satwa yang lain. Terjadi kehebohan. Mereka merencanakan hijrah ramai-ramai menuju telaga yang baru. Mereka telah membuat arak-arakan yang siap berangkat.
“Wahai bangau sahabatku, bagaimana aku bisa mengikuti kalian dengan langkah-langkah kakiku yang pendek-pendek ini? Bukankah aku nanti tertinggal jauh dan tak dapat menemukan jejak kalian?” kura-kura menitikkan air matanya.
Mendengar kata-kata yang keluar dari mulut kura-kura, sang serigala terkekeh. Inilah kesempatannya menerkam kura-kura dan mencabik-cabiknya menjadi santapan yang sedap. Bangau menyadari bahaya yang mengintai sahabatnya. Ia merenung sejenak untuk mencari cara menyelamatkan kura-kura.
Bangau mengambil ranting dan berkata kepada kura-kura.
“Gigitlah ranting ini dengan kencang. Aku akan membawamu terbang menuju telaga baru. Ingat, selama kita terbang jangan pernah sekalipun kamu membuka mulutmu. Aku ulangi, jangan pernah membuka mulutmu!”
Maka, dengan menggigit ranting dan kura-kura tergantung di sana, bangau mulai mengepakkan sayapnya menuju telaga baru yang airnya melimpah. Melihat hal itu, srigala mendengus kecewa oleh akal bangau dalam menyelamatkan sahabatnya.
“Kura-kura itu harus menjadi santapanku!” geram srigala.
Dengan lantang srigala itu berteriak ke arah bangau dan kura-kura. Bermacam kalimat ejekan ia tujukan kepada bangau dan kura-kura. Tak hanya olok-olok yang keluar dari mulut srigala, tetapi juga kata-kata yang memancing kemarahan. Ia sangat berharap, salah satu dari mereka membuka mulutnya. Jika mulut bangau yang terbuka, maka ranting dan kura-kura akan jatuh ke tanah. Sebaliknya, jika kura-kura yang membuka mulut, ia akan terpelanting dan jatuh ke tanah.
Dua kemungkinan yang menguntungkan srigala.
Bangau dan kura-kura telah menulikan telinganya. Mereka selamat tiba di telaga yang airnya melimpah.