Menggugat Kebangkitan Nasional

Selembar surat yang ada di tangan saya ini, sebenarnya sudah saya terima setahun yang lalu ketika terjadi hingar-bingar Peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional. Rasanya, tidak salah kalau saya sharing dengan Anda mengenai isi surat yang dikirimkan oleh Raden Adipati Tirtokoesoemo, Ketua Pertama Perkumpulan Boedi Oetomo yang hari kelahiran organisasi ini ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Terus terang saja, saya dengan susah payah (bahkan menggunakan kaca pembesar) membaca surat ini, apalagi menggunakan ejaan lama. Berikut saya salinkan surat itu dengan bahasa dan huruf apa adanya, dengan disertai permohonan maaf kepada generasi yang tidak mengalami ejaan Soewandi (oe=u, tj=c, j=y dan dj=j).

Oentoek Anakmas Goeskar,

Sesama kerabat dari Kaboepaten Karanganjar  saja ingin mentjeritakan mengenai kesalahan sementara kalangan jang menetapkan lahirnja perkoempoelan Boedi Oetomo (BO) sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

BO didirikan di Djakarta tanggal 20 Mei 1908 atas prakarsa para mahasiswa kedokteran STOVIA jaitoe Soetomo dan kawan-kawan. Perkoempoelan ini dipimpin oleh para ambtenaar, jakni para pegawai negeri jang setia terhadap pemerintah kolonial Belanda. Saja jang pertama kali menjadi ketoea BO. Saja sendiri adalah  Boepati Karanganjar kepertjajaan Belanda, memimpin BO hingga tahoen 1911. Saja kemoedian diganti oleh Pangeran Arjo Notodirodjo dari Keraton Pakoe Alam VIII Jogjakarta jang digaji oleh Belanda dan sangat setia dan patoeh pada indoek semangnja. BO sebenarnja tidak memiliki andil sedikit poen oentoek perdjoeangan kemerdekan atas bangsa Indonesia, ataoe sekedar toeroet serta mengantarkan bangsa ini ke pintoe gerbang kemerdekaan, karena BO sendiri telah boebar pada tahoen 1935.

BO adalah perkoempoelan lokal dan etnis, hanja orang Djawa dan Madoera elit jang boleh menjadi anggotanja. Orang Betawi ataoe Soenda sadja tidak boleh menjadi anggotanja.

Di dalam rapat-rapat perkoempoelan dan bahkan di dalam penjoesoenan anggaran dasar organisasi, BO menggoenakan bahasa Belanda, boekan bahasa Indonesia ataoe Melajoe. Kami tidak pernah sekali poen dalam rapat BO membahas tentang kesadaran berbangsa dan bernegara jang merdeka. BO hanja membahas bagaimana memperbaiki taraf hidoep orang-orang Djawa dan Madoera di bawah pemerintahan Ratoe Belanda dan memperbaiki nasib golongannja sendiri. Bahkan di dalam Pasal 2 Anggaran Dasar BO tertoelis “Toejoean organisasi oentoek menggalang kerjasama goena memajoekan tanah dan bangsa Djawa dan Madoera setjara harmonis.” Inilah toejoean BO, bersifat Djawa-Madoera sentris, sama sekali boekan kebangsaan.

Karena sifatnja jang toendoek pada pemerintahan kolonial Belanda, maka tidak ada satoe poen anggota BO jang ditangkap dan dipenjarakan oleh Belanda. Arah perjoeangan BO jang sama sekali tidak berasas kebangsaan, hanja sebatas memperjoeangkan Jawa dan Madoera saja. Hal inilah jang mengetjewakan doea tokoh besar BO sendiri, jakni Dr. Soetomo dan Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, sehingga kedoeanja hengkang dari BO.

Saja ingin berteroes terang di sini, kalaoe saja Raden Adipati Tirtokoesoemo Boepati Karanganjar, ketoea pertama BO adalah seorang anggota Freemasonrj. Saja aktif di Lodge Mataram sejak tahoen 1895.

Jadi, masih pantaskah kelahiran BO dijadikan tonggak awal moela kebangkitan nasional jang sakral itoe?

 

Salam taklim,

Raden Adipati Tirtokoesoemo