Mengenang Karna: serpihan sajak cinta

Seratus hari sudah Adipati Karna meninggalkan Surtikanthi karena gugur di medan laga peperangan Bharatayuda. Biasanya, saban bulan di ujung hari kedua belas mereka mempunyai ritual unik: mengenang kemesraan mereka. Ya, mereka mencatat awal mula mekarnya cinta di hati Karna-Surtikanthi. Hari ketiga belas di bulan kesembilan.

Sedang apa kau sekarang, kekasihku? Surtikanthi berharap suaminya dapat menatapnya dari swargaloka sana.

Untuk pelipur lara, ia sering membaca kembali tulisan-tulisan Karna yang ditujukan kepadanya. Meskipun terkadang makin membuat rindu kepada suaminya itu.

kekasihku benar-benar mahir berdandan, begitulah ia
apapun gaun yang dipakainya, tak ada kecantikan yang tak dimilikinya
namun dirinya adalah kecantikan itu sendiri, ketika telah hilang semua gaunnya

Surtikanthi selalu tersenyum membaca sajak pendek itu. Lalu, senyumnya makin mengembang ketika membuka buku kumpulan sajak halaman 139. 

rumus konversi C ke F
9/5 x C + 32o
jika cintamu bersuhu 100o C
maka cintaku bersuhu 212o F
:padha bae

Atawa sajak di halaman 212.

aku milikmu
kau milikku
itu kita yakini

kau terkunci di dalam hatiku

kunci kecilnya
sudah hilang

kau harus tinggal di sana
selamanya

Maka menangislah Surtikanthi karena renjana makin menyesakkan dadanya. Karna, apakah kau juga merasakan hal yang sama? Air mata Surtikanthi membasahi buku kumpulan sajak di halaman 127. Ia sangat hapal dengan sajak yang tertulis di sana.

aku ingin hidup bersamamu
di suatu kota kecil
di sebuah senja abadi
merajut cinta dan rindu
tiada putus lagi

Kini, ia tinggal di kota kecil itu tanpa Karna di sisinya. Lamat-lamat terdengar lagu keroncong rindu  dari radio tetangga:

hati rindu lama ku menunggu, duhai kekasihku di mana dirimu, kau kunanti kapan kau kembali rindu hati ini tak sabar menanti, hati terasa sunyi menunggu dan menanti, rindu-rindu hati ini kapan kau kembali, kumenanti kapan kau kembali, duhai kekasihku di mana dirimu