Pada suatu siang, Kanjeng Nabi mendapatkan kunjungan seorang tamu yang datang dari tempat yang jauh. Melihat keadaannya yang kelelahan dan kelaparan, Kanjeng Nabi memintanya untuk istirahat dulu sebelum menyampaikan maksud kedatangannya. Kemudian, Kanjeng Nabi memanggil Abu Rafi’ salah seorang pembantunya.
“Masaklah barang sepiring gandum untuk tamu kita. Kasihan, ia sudah sangat lapar!”
“Tapi…. gandum kita sudah habis, ya Rasulullah.”
“Ya sudah, sekarang pergilah ke warung si Fulan dan katakan aku berniat membeli tepung gandumnya namun aku akan membayarnya pada bulan Rajab nanti.”
Tanpa bertanya lagi, Abu Rafi’ segera menuju warung si Fulan yang ditunjuk oleh Kanjeng Nabi dan menyampaikan maksud kedatangannya dan dijawab oleh si Fulan.
“Aku tidak menerima pembayaran secara ditunda seperti itu, kecuali ada jaminannya. Baru aku layani.”
Abu Rafi’ pun bergegas kembali ke rumah Kanjeng Nabi dan menyampaikan pesan si Fulan. Kanjeng Nabi berkata, “Baiklah kalau itu menjadi persyaratannya. Bawalah baju besiku ini kepada si Fulan sebagai jaminan atas pembelian tepung gandum.”
Abu Rafi’ menerima baju besi dari Kanjeng Nabi dan segera kembali ke warung si Fulan. Transaksi pun dilakukan. Abu Rafi’ pulang membawa sekantong tepung gandum.
Sesampai di rumah ia segera memasak tepung gandum tersebut dan menyajikannya kepada tamu Kanjeng Nabi. Memang benar penglihatan Kanjeng Nabi, tamunya sangat lapar. Ia makan dengan lahap. Tak lupa ia sangat berterima kasih atas kebaikan Kanjeng Nabi.
Begitulah cara Kanjeng Nabi memuliakan tamunya.
Konon, baju besi yang dijadikan jaminan membeli tepung gandum itu tidak sempat ditebus oleh Kanjeng Nabi, karena empat bulan sebelum jatuh tempo Kanjeng Nabi wafat.