Mengakui kekalahannya

aku pulang….
tanpa dendam…
ku terima… kekalahanku…

aku pulang…
tanpa dendam…
kusalut kan… kemenanganmu…

Berhenti Berharap – Sheila On 7

***

Derap kaki kuda itu tak lagi nampak perkasa. Kuda itu seolah mengerti apa yang dirasakan oleh lelaki yang duduk di atas punggungnya. Pelan tapi pasti, ksatria itu meninggalkan arena peperangan. Senja sejak tadi sudah ditenggelamkan oleh malam.

Dua jam sebelumnya.

Haryo Penangsang memacu Gagak Rimang – kuda kesayangannya – untuk menuju tepi Bengawan Sore. Keris Kyai Setan Kober terselip di pinggangnya. Ia akan memenuhi tantangan Joko Tingkir untuk melakukan perang tanding.  Ada bara marah di dadanya.

Penangsang adalah sosok lelaki yang mudah tersulut kemarahannya. Puasa yang dilakoninya seakan tak mampu meredakan murka. Syahdan, di saat ia menikmati buka puasa datanglah tukang rumput kesayangannya datang kepadanya dengan kuping berdarah-darah. Di atas telinga tukang rumput yang terluka itu terselip sebuah pesan yang ditulis tangan oleh Joko Tingkir: aku menantangmu di sisi barat Bengawan Sore.

Santapan buka puasa belum juga usai, Penangsang menghentikannya dengan membalikkan meja makan di hadapannya. Bergegas ia naik ke pelana Gagak Rimang. Ia harus segera menghabisi Joko Tingkir.

Lelaki kurus di seberang Bengawan Sore tersenyum ketika ia melihat Penangsang datang. Dua lelaki murid Sunan Kudus itu setahun belakangan memendam bara dendam, ingin saling menjatuhkan untuk mendapatkan tahta Demak Bintoro.

Adalah Patih Matahun yang selama ini menjadi penasihat politik Penangsang. Doktrin tak pernah sunyi berdengung di gendang telinga Penangsang, kalau ia orang yang paling berhak atas tahta Demak Bintoro sebab Penangsang adalah darah biru, cucu Raden Patah.

Kini Penangsang dan Joko Tingkir berhadap-hadapan. Penangsang menghunus Kyai Setan Kober, sedangkan Joko Tingkir menggenggam tombak Kyai Plered. Dua ksatria pilih tanding itu mengeluarkan jurus andalan, dengan menyabetkan senjata mereka masing-masing. Joko Tingkir yang kalem itu mengendalikan pertempuran. Pada saat yang tepat, ujung Kyai Plered mengenai dada Penangsang.

Dengan kuda-kuda yang masih perkasa, Joko Tingkir mencabut tombaknya. Penangsang limbung, hingga ia tersungkur. Ia mengaku kalah.

Joko Tingkir mendekati Penangsang. Memeluknya erat, lalu menuntun Penangsang menuju Gagak Rimang. Ia membantu Penangsang naik ke punggung kuda yang perkasa itu lalu menepuk kaki Gagak Rimang agar segera membawa tuannya ke istana Jipang Panolan.