Setiap Narablog pasti pernah merasakan mampet ide. Hal ini wajar saja dalam dunia tulis-menulis. Apakah ada obatnya? Menurut saya tak ada obat yang cespleng untuk melonggarkan kemampetan ide, karena menulis adalah masalah rasa. Kadang orang yang punya banyak ide pun jika perasaannya sedang nggak enak sebaris kalimat tak bakal tertulis lewat jemarinya.
Sudah banyak Narablog yang menulis bagaimana cara menjaring ide, bahkan ada yang menyarankan menuliskan ide-ide yang muncul pada sebuah buku kecil atawa kertas. Nanti pada suatu ketika, serpihan-serpihan ide tersebut dijahit menjadi rangkaian kalimat.
Sumber ide dan gagasan ada di mana-mana. Apa yang kita lihat bisa jadi bahan sebuah tulisan. Kalau tidak punya ingatan yang kuat, ide-ide dasar bisa ditulis, setelah cukup banyak tinggal menjahit menjadi sebuah tulisan. Sederhananya begitu.
Sekali lagi, kalau memang lagi mampet mau apa? Toh nggak mosting seminggu juga nggak patheken, kan?
Mampet ide ada dua jenis, seperti halnya hidung mampet karena pilek. Jenis pertama, mampet yang semampet-mampetnya. Ingus tak mau keluar dari lubang hidung, bahkan ujung hidung sampai berwarna merah karena keseringan dipencet. Nggak ada ide babar blas. Jenis kedua, mampet tapi dikit-dikit rembes, mirip seperti ingus bening di hari pertama pilek. Dipaksa-paksa keluar, volumenya cuma segitu-gitu saja. Kalau nggak dikeluarin, bikin pening.
Siapa yang selalu terserang penyakit mampet ide jenis pertama, silakan acungkan tangan!
Oke, lumayan banyak jumlahnya. Lalu, bagaimana jenis yang kedua? Bagi Narablog yang terkena penyakit mampet ide jenis kedua cirinya adalah banyak post berstatus draft yang jika dibuka isinya paling banter terdiri dua paragraf saja, itu pun terdiri dari sedikit kalimat. Didasari oleh rasa penasaran, saya pun membuka salah satu kotak draft dan menemukan paragraf ini:
Saya menulis hal simpel terlihat penting sementara kalau orang lain biasanya berusaha menulis hal penting terlihat simpel. Kalau sampeyan amati tulisan-tulisan saya adakah yang membuat jidat berkerut? Paling sampeyan mringis toh? Kata seorang teman saya: writing voice tulisanmu itu seger!
Mari menjebol kemampetan ide dengan banyak membaca.