Hikayat sapi berjanggut

Tersebutlah sepasang suami istri yang bernama Ki Rono dan Nyi Rani, sedang glenikan di kamarnya. Hati Ki Rono gundah karena mendapat titah dari Baginda Raja untuk mencari sapi berjanggut yang harus dibawa ke istana. Kalau ia gagal mengemban tugas tersebut, kepalanya bakal dipenggal oleh algojo kerajaan.

Sebagai punggawa istana kelas bawah, tentu saja ia tak bisa menolak titah Baginda Raja, apalagi perintah itu dilakukan di hadapan para pembesar kerajaan. Segenap yang hadir sudah bisa menduga di balik titah yang mustahil itu yakni Baginda Raja ingin mempersunting Nyi Rani menjadi istrinya yang keempat.

Heladalah kojur tenan…! Kalau urusan syahwat yang bicara apapun akan dilakukan untuk mendapatkannya. Nyi Rani – nama lengkapnya Maharani – memang cantiknya sundhul langit. Nggak pantas mendapatkan suami seperti Ki Rono yang berwajah lekaki kebanyakan dan nggak punya pangkat yang tinggi. Sesuai namanya, Maharani berarti maha ratu, ya cocoknya jadi istri Raja dan kalau perlu diangkat menjadi permaisuri utama, toh?

Maka, Ki Rono dan Nyi Rani menyusun strategi supaya lolos dari hukuman Baginda Raja. Apa ada jalan keluar? Kepala Ki Rono makin mumet saja. Ia pamit ke istrinya untuk mencari angin, karena pikirannya sumpek.

Baru saja Ki Rono keluar dari halaman rumahnya, ada kereta istana berbelok menuju rumahnya. Ia mengendap-endap untuk mengintai siapa yang datang. O, rupanya Tuan Kadi istana yang datang. Tugas utama Tuan Kadi adalah menjaga moral bangsawan dan rakyat kebanyakan. Ia juga yang membuat fatwa yang harus didengar dan dilaksanakan oleh segenap rakyat di kerajaan itu. 

Tuan Kadi datang dengan pakaian kebesarannya: jubah putih, sementara jemari tangannya tak lepas dari benda yang mirip kalung butiran mutiara. Butiran-butiran itu berputar oleh sentuhan jari telunjuk dan ibu jarinya.

Nyi Rani terkejut oleh kedatangan Tuan Kadi. Tanpa basa-basi Tuan Kadi mengungkapkan isi hatinya, kalau ia suka dengan Nyi Rani dan ingin memperistrinya. Belum juga Nyi Rani menjawab hasrat Tuan Kadi, terdengar kode siulan. Rupanya dari pengawal Tuan Kadi.

“Nyi Rani, tolong sembunyikan aku, supaya orang yang datang ke rumahmu tak melihatku!”

Tuan Kadi kebingungan. Nyi Rani menunjuk sebuah peti kayu dan minta agar Tuan Kadi bersembunyi di sana. Tak lupa Nyi Rani mengunci peti kayu tersebut.

O, rupanya yang datang Tuan Tumenggung. Kumisnya sebesar pisang melintang di atas bibirnya. Tujuan datang ke rumah Nyi Rani tak beda dengan Tuan Kadi. Ia ingin mempersunting Nyi Rani jadi bini mudanya. Lagi-lagi terdengar siulan. Kode dari pengawal Tuan Tumenggung.   

“Nyi Rani, tolong sembunyikan aku, supaya orang yang datang ke rumahmu tak melihatku!”

Tuan Tumenggung pucat pasi. Nyi Rani minta Tuan Tumenggung diam, berdiri tegak. Pura-pura jadi patung. O, rupanya yang datang Tuan Patih. Orangnya masih muda, tampan, jabatan setingkat di bawah raja. Banyak perempuan ingin menjadi istrinya, tapi selalu ditolaknya. Tuan Patih juga berhasrat kepada Nyi Rani. Untuk itulah ia datang berkunjung ke rumah Nyi Rani, mumpung suaminya sedang pergi.

Terdengar derap langkah kuda di halaman rumah Nyi Rani membuat Tuan Patih gugup. Ia minta tolong kepada Nyi Rani untuk bersembunyi. Nyi Rani menunjuk sebuah gentong. Tak pikir panjang, Tuan Patih bersembunyi di dalam gentong.

O, rupanya yang datang adalah Baginda Raja. Nyi Rani gemetar, tak tahu bagaimana harus bersikap. Tuan Tumenggung yang pura-pura menjadi patung tak kalah terkejutnya dengan kedatangan Baginda Raja. Nyi Rani menghaturkan sembah. Raja berkata kalau ia ingin menjadikannya permaisuri.

Seekor tikus melintas di dekat kaki Tuan Tumenggung. Ia kaget ketika tikus tersebut masuk ke celananya. Ia bermaksud mengusir tikus, tetapi kakinya menendang gentong di sebelahnya. Baginda Raja ikut kaget, kok tiba-tiba patungnya bergerak. Mata Baginda Raja makin berbelalak ketika mendapati Tuan Patih keluar dari pecahan gentong.

Baginda Raja segera menguasai perasaannya dan mengembalikan kewibawaannya. Lalu bertanya kepada Nyi Rani.

“Mana suamimu? Apakah ia sudah berhasil mendapatkan seekor sapi berjanggut?”

Ki Rono yang sejak awal menyaksikan semua kejadian di rumahnya, keluar dari persembunyiannya.

“Hamba Baginda. Saya sudah mendapatkan sapi berjanggut sesuai titah Baginda”. Lalu, Ki Rono berjalan menuju peti kayu yang tadi dikunci oleh istrinya. Kemudian ia membukanya.

“Inilah sapi berjanggut yang hamba maksud, Baginda”.

Semua mata dapat menyaksikan tubuh Tuan Kadi yang berjubah putih dalam posisi menungging. Tak salah kata Ki Rono, wajah Tuan Kadi memang dihiasi janggut yang panjangnya sejengkal tangan.

Baginda Raja menganggap kasus sapi berjanggut selesai sampai di sini.