Saat ini di Indonesia, industri sedang tumbuh dengan suburnya. Banyak investor asing masuk dan mendirikan pabrik. Kawasan-kawasan Industri (terutama di koridor tol Cilegon hingga Cikampek) kewalahan menampung mereka, bahkan beberapa di antaranya kehabisan stok lahan industri. Terlepas dari pembahasan dampak negatif yang mungkin timbul akibat pertumbuhan industri tersebut, saya ingin menyampaikan fenomena menarik di balik pertumbuhan industri.
Salah satu hal yang dicari oleh kalangan industri adalah HR Manager. Jabatan yang mengurus karyawan perusahaan ini sedang laku-lakunya. Bagi HR Manager yang ingin meningkatkan pendapatan tinggal bilang mau digaji berapa. Mereka punya posisi tawar yang sangat tinggi. Kasus yang saya temui, beberapa dari mereka mendapatkan tawaran gaji hingga dua atawa tiga kali lipat dari sebelumnya. Menggiurkan?
Ternyata tak semua orang berpendapat demikian. Salah satunya kolega saya, yang sudah saya kenal belasan tahun. Selama saya mengenalnya, setidaknya sudah tiga kali ia pindah kerja. Semuanya ke perusahaan baru, dan nggak melulu perkara gaji yang menggiurkan yang jadi pertimbangan utamanya.
Memang, kalau pindah kerja sebisa mungkin dibarengi dengan kenaikan gaji. Dan kolega saya tak memungkiri itu, namun ada satu jihad yang mesti ia kerjakan di tempat kerja. Jihadnya bukan mengangkat senjata tetapi meningkatkan produktivitas karyawan yang dibarengi dengan tingkat kesejahteraan. Bisa jadi dalam hal ini ia sangat berhasil, buktinya tiga kali pindah kerja ia selalu ditangisi oleh karyawan seluruh perusahaan.
Hari ini ia menelpon saya, mengabarkan per April nanti ia akan bekerja di tempat yang baru, di perusahaan yang sama sekali baru.
“Di sana ada kesempatan saya bisa menerapkan ide-ide dari apa yang saya pelajari dan menjadi pengalaman saya selama ini. Saya yakin akan berhasil. Berdasarkan wawancara tadi, pihak manajemen mendukung penuh gagasan saya. Karena perusahaan baru, maka masih banyak ruang untuk bermain, lagi on-fire-lah istilahnya. Bermain dalam arti positif loh, Mas,” ujarnya ketika saya tanya kenapa tertarik masuk perusahaan tersebut. “Sampeyan masih keukeuh nggak move on, Mas?”
“O, aku masih setia di perusahaan ini. Aku merasa jihadku masih di tempat yang sekarang. Dan insya Allah, setiap hari merasa lagi on-fire juga-lah,” jawab saya sekenanya. “Belum tentu kalau di tempat yang baru saya bisa memberi solusi, bukan?”
Setelah obrolan berakhir saya dheleg-dheleg, apa benar setiap hari saya merasa on-fire dalam bekerja. Dua puluh tahun bekerja di tempat yang sama sudah ada berapa banyak kebaikan yang saya perbuat untuk kemaslahatan masyarakat?
Satu, dua, sepuluh, atawa tidak ada sama sekali?