Pasukan kera yang dipimpin oleh Hanoman telah mengepung Kerajaan Alengka. Hanoman tinggal menunggu perintah menyerang dari Rama. Dalam kegelisahannya, satu-dua kera mulai iseng merusak bangunan yang ada di depannya. Bahkan mulai ada yang berani memantikkan api. Maka, huru-hara kecil yang luput dari perhatian Hanoman semakin membesar saja. Tanpa komando yang jelas, beberapa pasukan kera mulai memasuki wilayah istana.
Para ksatria Alengka tak tinggal diam ketika mengetahui ada musuh yang menyerang negeri mereka. Pertempuran terjadi sporadis. Melihat kejadian yang tak disangka-sangka itu, Hanoman mendapatkan titah dari Rama untuk segera menyerang Alengka. Pertempuran sengit antara prajurit kera dan prajurit Alengka tak dapat dibendung lagi. Hebat sekali peperangan tersebut. Ribuan pohon tumbang, ratusan bangunan rubuh, istana Alengka porak poranda. Rahwana, Raja Alengka murka menyaksikan istananya diacak-acak musuh. Segera saja ia menunjuk Indrajit – anak lelakinya, sebagai panglima perang.
Indrajit berperang seperti banteng ketaton. Mengamuk. Pasukan kera kocar-kacir. Ratusan tewas tertebas oleh pedangnya. Indrajit memburu Rama dan adiknya, Laksmana. Seolah tak punya lelah, ia menerjang segala hambatan yang ada di depannya. Begitu ia melihat sosok Rama dan Laksmana segera saja ia pasang anak panah berbisa di tali busurnya. Tass! Anak panah melesat dan mengenai Rama dan sekaligus Laksmana. Keduanya pingsan.
Hamonan yang menyaksikan peristiwa itu hatinya kecut. Tuan besarnya dikiranya telah tewas. Ia perintahkan pasukannya untuk bergerak mundur. Indrajit sangat bangga dengan hasil kerjanya itu. Segera saja ia laporkan kepada ayahnya, bahwa ia telah melumpuhkan pimpinan pasukan kera dan ia mengatakan juga kalau pasukan kera sebentar lagi bisa ia libas karena tanpa Rama dan Laksmana pasukan kera tak punya kekuatan lagi.
Rahwana sangat bangga kepada anak lelakinya itu. Ia pun memerintahkan Indrajit untuk mengambil Sinta dari kamarnya untuk diajak oleh Rahwana melihat keadaan Rama dan Laksmana.
Hati Sinta berbunga-bunga yang mengira Rahwana akan melepaskannya dan mempertemukan dengan suaminya, Rama. Dengan mengendarai kereta istana, Rahwana mengajak Sinta ke tempat di mana Rama dan Laksmana tergeletak pingsan. Betapa terkejutnya hati Sinta, setelah tahu keadaan Rama dan Laksamana. Ia menjerit dan berusaha mencabut keris dari pinggang Rahwana. Ia ingin mengakhiri hidupnya, menyusul Rama dan Laksamana. Untung saja, Rahwana dengan sigap menghindar dan mengajak Sinta kembali ke istana Alengka.
~oOo~
Kalau bekerja jangan tanggung-tanggung, tuntaskan segera! Pepatah ini rupanya diabaikan oleh Indrajit. Ia yang mengira Rama dan Laksmana akan tewas dengan racun anak panah di tubuhnya, ternyata perkiraannya meleset. Setelah kepergian Rahwana dan Sinta, datanglah burung Jatayu menghampiri Rama dan Laksmana. Dengan paruhnya yang kuat, burung Jatayu itu mencabut anak panah dari tubuh Rama dan Laksmana lalu lukanya ia obati dengan air liur saktinya. Arkian, setelah pengaruh racun hilang dari tubuh mereka, Rama dan Laksmana siuman dan kembali bugar seperti sedia kala.
Rama dan Laksmana segera menemui Hanoman dan pasukannya. Mereka senang bukan main dengan kehadiran raja mereka. Semangat perang mereka kembali berkobar.
Latar belakang penyerangan ke Alengka atawa kisah terkait dapat dibaca di sini:
Ada Jejak Sinta di KM 54+400
Rayuan Sarpakenaka
Awal Persahabatan Rama dan Sugriwa
Duka Lara Sugriwa
Shinta Obong
1301: Lambang Cinta Rama dan Sitta