Klub Pajero

Mumpung libur lebaran yang saya ambil kemarin cukup panjang (10 atau 11 hari), saya ingin masuk klub Pajero, bukan sebuah komunitas pecinta mobil yang berlogo tiga berlian itu, tetapi singkatan dari Pasukan Jenggot Rosul. Selama sepuluh hari memelihara jenggot, tumbuhnya yang cuma segitu-gitunya (lihat foto).

Arkian, jamaah masjid tempat biasa saya shalat mayoritas berjenggot, entah yang lebat seperti milik Tengku Wisnu atau model jenggot milik Haji Agus Salim, ada yang sudah memutih atau masih hitam legam atau gabungan warna keduanya, seperti warna jenggot saya. Tentu saja, saya salut dengan mereka yang beristiqamah menjalankan salah satu sunnah Kanjeng Nabi dengan memelihara jenggot.

Ketika mereka menunggu iqamah atau saat duduk mendengarkan khutbah, jemari mereka asyik mengelus jenggot.

***

Lebaran kali ini, saya dan semua adik-adik saya bisa bertemu meskipun hanya beberapa jam saja. Kok ndilalah, keempat anak lelaki Pak Sapardi tersebut masuk klub Pajero, meskipun panjang jenggotnya yang tak lebih dari 2 cm. Kami sadar justru karena ibu berkomentar, kok pada berjenggot.

Sayangnya, saya sendiri tidak beristiqamah sebab begitu libur habis, jenggot juga saya babat habis.

***

Karena rambut saya sudah agak panjangan (sebetulnya nggak panjang-panjang amat, sih) maka saya pergi ke barber shop langganan untuk merapikan rambut, membabat kumis sekaligus jenggotnya. Cuma kali ini saya terkejut sebab di dekat cermin terpampang sebuah pengumuman baru: kami tidak menerima cat rambut hitam dan cukur jenggot. Ditulis dengan huruf kapital.

Bukan cat hitamnya yang bikin saya terkejut, sebab saya tak pernah sekali pun mengecat rambut saya. Tapi kalimat cukur jenggotnya itu! Saya tanya kepada tukang cukur yang menangani rambut saya, kenapa muncul pengumuman seperti itu? Rupanya, bos pemilik barber shop tak mau ikut menanggung dosa jika melayani pengecatan rambut (warna hitam) dan mencukur jenggot para pelanggannya. Mungkin ia habis mendapatkan pencerahan dari ustadz-nya.

Saya jadi ingat pengalaman di Tanah Haram ketika berhaji dulu. Tukang cukur di dekat Masjidil Haram sana menolak keras-keras ketika saya minta mencukur jenggot saya bersamaan dengan membabat habis rambut saya setelah prosesi tahalul (satu ritual penutup ibadah umrah dan haji yang wajib dilakukan oleh jamaah, di mana setelah selesai tahalul boleh selesai juga kondisi ihram kita). “Haram… haram….!” ujarnya.

***

Saat ini saya masih kurang pede ketika berjenggot, entah nanti.