Ketika Sifat Kikir Itu Muncul

Kadang nggak habis pikir, kenapa sifat kikir gue tiba-tiba muncul. Padahal gue selalu mencoba untuk menghilangkannya dari hati dan pikiran gue. Bukan apa-apa sih, gue ingin belajar agar bisa berbagi dengan sesama, entah berbagi dengan harta atau sekedar perhatian.

Ketika di SPBU datang seorang nenek menghampiri gue membawa kotak tergembok, minta sumbangan. Gue menolak dengan melambaikan telapak tangan, meskipun saat itu tangan gue memegang uang receh pengembalian beli bensin. Rasanya, terlalu sayang mengeluarkan seribu untuk gue berikan kepada nenek tersebut.

Gue lagi enak-enaknya menikmati makan nasi uduk di warung tenda, datang pengemis kecil yang wajahnya begitu iba menatap gue yang lagi lahap-lahapnya mengunyah makanan. Gue gelengkan kepala, tanda menolaknya. Salah satu alasan, gue nggak mau ritual makan terganggu. Nggak lama berselang, datang pengamen. Gue nikmati lagu mereka, dan gue pun kasih uang. Gue buka dompet, mencari-cari barangkali ada uang logamnya. Ternyata nggak ada, uang terkecil yang ada di dompet uang seribuan. Itupun masih saya gue seleksi, uang yang paling kumal yang gue berikan.

Untuk membayar parkir pun demikian, gue akan cari uang yang paling lecek yang gue punya untuk bayar parkir. Ada rasa sayang untuk memberikan uang yang masih licin ke mereka.

Di dalam pertemuan-pertemuan dengan kerabat, gue termasuk kikir dalam urusan tersenyum apalagi tertawa. Gue susah sekali tersenyum atas kelucuan yang dibuat mereka. Sebetulnya, apa sih susahnya tersenyum?

Terhadap anak-anak pun sifat kikir gue suka muncul. Anak gue datang bawa pencil yang tinggal 4 cm, minta dibelikan yang baru. Gue tolak dengan alasan pencil masih bisa dipakai. Dalam tempo yang nggak terlalu lama, gue menyuruh anak gue ke warung depan untuk membelikan rokok. Kalau gue pikir-pikir, rokok gue masih lebih panjang dari pencil anak gue.

Ini yang paling parah. Untuk melakukan perbuatan ini sebetulnya gue nggak perlu mengeluarkan uang sepeserpun, bahkan gratis. Apa itu? Gue kikir untuk mengucapkan kata “terima kasih” dan kata “maaf”.