Kebo Curhat

Namaku Kebo, tempat tinggalku di tanah Jawa termasuk genus bubalus, species B. bubalis. Orang melayu menyebutku kerbau. Tenaga kuatku sangat dibutuhkan oleh para petani untuk membajak sawahnya. Tapi begitu traktor diproduksi massal peranku jadi berkurang dalam upaya peningkatan ketahanan pangan nasional.

Aku tidak tahu persis, kenapa manusia kalau menyebut orang yang bodoh suka membawa-bawa namaku, seperti bodho longa-longo kaya kebo (bodoh banget seperti kerbau). Adakah ahli zoology yang pernah melakukan penelitian tentang kebodohan kaumku? Ada sih satu dongeng tentang kepandiran kebo, judulnya “Kerbau yang Dungu” dalam dongeng si Kancil. Di dongeng itu sebenarnya bukan kebodohan si kerbau – yang diperdaya si buaya yang sedang tertimpa pohon, tetapi kebaikan hati si Kerbau untuk menolong sesama, untung ada si Kancil yang menolong si Kerbau.

Selain bodoh, ada juga yang mengatakan kebo itu pemalas. Bagaimana bisa? Ada yang bisa menjawab?

Tapi aku tidak habis mengerti, kalau aku bodoh dan malas kenapa di khazanah sastra Jawa khususnya, banyak menggunakan namaku? Sebut saja Kebo Ijo, prajurit Singasari yang difitnah membunuh Akuwu Tumapel Tunggul Ametung dengan keris Mpu Gandring. Terus di jaman Demak Bintara tersebutlah nama Kebo Kenanga dan Kebo Kanigoro, dua orang sakti mandraguna satu di antaranya nanti menurunkan raja Pajang dan Mataram. Ada juga Mahesa (nama lain kebo) Jenar, prajurit pilih tanding dari Demak yang memilih keluar istana mengabdikan diri di kehidupan masyarakat kebanyakan, dan masih banyak lagi tokoh yang menggunakan nama kebo/mahesa.

Masih di sastra Jawa, ada beberapa peribahasa menggunakan kata kebo, seperti :

Kebo bule mati setra (kerbau bule mati di kubangan) = orang pintar yang sampai meninggalnya tidak pernah tergunakan.
Kebo ilang tombok kandhang (kerbau hilang tambah kandang) = sudah kehilangan masih harus mengeluarkan biaya lagi; kemalangan datang bertubi-tubi
Kebo kabotan sungu (kerbau keberatan tanduk) = susah hidupnya karena kebanyakan anak
Kebo lumumpat ing palang (kerbau melompat dari palang) = mengadili suatu perkara tanpa hukum; tidak mematuhi aturan yang semestinya
Kebo nusu gudel (kerbau menyusu ke anaknya) = orang tua yang belajar kepada anaknya yang lebih banyak pengalamannya
Kebo mulih menyang kandhange (kerbau kembali ke kandangnya) = kembali ke asalnya

Di hajatan pengantin Jawa, akan selalu terdengar instrument gendhing atau gamelan yang namanya Kebo Giro. Terus, kalau ada sepasang manusia tinggal serumah tanpa ikatan perkawinan disebut Kumpul Kebo. Ini juga yang aku tidak mengerti, kepalaku suka dijadikan tumbal, entah untuk memulai suatu proyek pembangunan atau untuk menolak bala di darat dan di lautan.

Jelek-jelek begini ada juga loh dari kaumku yang berkulit bule. Orang-orang menyebut Kebo Bule dan paling terkenal bernama Kyai Slamet. Beliau ini sering diarak dalam kirab malam 1 Suro mengelilingi tembok kraton Surakarta dan Yogyakarta sana. Bahkan, ketika prosesi kirab tengah berlangsung sementara Kyai Slamet tidak tahan untuk membuang hajatnya di jalanan, orang-orang akan memperebutkan kotoran beliau itu. Jadi, di sini siapa yang bodoh?

Dalam penanggalan Tionghoa, terdapat shio kerbau. Kata hongsui di sepanjang tahun kerbau itu harus dilalui dengan semangat dan kerja kerja. Tuh, salah lagi kan kalau menyebut kerbau itu pemalas?