Katak berenang di air hangat

Dalam hitungan belasan bulan, Mas Suryat memasuki masa purna tugas alias pensiun. Rencana yang sudah setengah matang, ia akan menikmati masa pensiun dengan membuka toko kelontong di dekat sebuah masjid ngiras pantes sekalian bantu-bantu pekerjaan marbot masjid tersebut.

Pada suatu hari, melalui akun yang ia pasang di jaringan profesional terbesar di dunia di internet itu, ia mendapatkan sebuah tawaran yang menggiurkan, yang bisa membuyarkan keinginan luhurnya menikmati masa pensiun seperti yang diuraikan di atas itu.

Segera saja ia curhatkan ke sahabat kentalnya, Mas Kandam, yang sudah tiga tahun lalu pensiun dan sekarang menjadi salah satu eksekutif di sebuah perusahaan multinasional.

“Saya ditawari di level eksekutif. Secara gaji menggiurkan mas. Saya dapat tiga kali lipat dari gaji sekarang. Wuedan pora, coba?” Mas Suryat membuka percakapan.

“Lah, kamu nggak istikamah di rencana awal yang mau buka toko kelontong?” pancing Mas Kandam.

“Kemarin saya bilang ke head hunter-nya, kalau mau tunggu ya tahun depan, pas saya pensiun,” jawab Mas Suryat.

“Kenapa?’ tanya Mas Kandam.

Mas Suryat pun menjelaskan dengan perhitungan matematika sederhana kalau uang pesangon pensiun yang akan ia terima tahun depan, masih lebih besar dari total gaji di tempat baru dalam setahun.

“Dalam jangka waktu setahun di tempat baru, saya juga mesti beradaptasi lagi, mas,” papar Mas Suryat.

“Ah, kamu seperti katak yang direbus pelan-pelan dalam panci,” ejek Mas Kandam.

Ada kisah katak rebus seperti ini.

Jika seekor katak dimasukkan ke dalam panci berisi air mendidih maka si katak akan langsung meloncat ke luar. Tetapi jika kodok itu ditempatkan di dalam panci berisi air dingin, ia akan berdiam nyaman di sana. Kemudian air dalam panci tersebut secara perlahan-lahan dinaikkan suhunya, dari hangat sampai mendidih. Katak itu terus-menerus menyesuaikan dengan kehangatan yang semakin meningkat, kemudian akhirnya ia tidak menyadari kalau air yang mendidih itu telah merebusnya hingga ia mati, dan tak sempat melompat ke luar dari panci.

“Justru saya sadar kapan harus melompat ke luar dari panci,” sahut Mas Suryat.

“Kok bisa?” Mas Kandam penasaran.

“Kisah katak hanyalah sebuah kisah belaka mas. Aslinya, seekor katak tak pernah diam dalam keadaan apa pun. Entah itu di air dingin, air dingin, atau bahkan air mendidih. Katak akan selalu meloncat ke luar!” ujar Mas Suryat.

“Ya… ya… betul. Terus rencanamu piye?” tanya Mas Kandam lagi.

“Berkarya di sini sampai waktunya pensiun nanti,” jawab Mas Suryat mantap.

Ponsel Mas Suryat berbunyi, ada panggilan masuk. Ia minta izin kepada Mas Kandam untuk mengangkat telepon.

Nggak usah dijawab buru-buru, dipikir saja dulu. Tak kasih waktu seminggu ya? Sebuah suara dari lawan bicara Mas Suryat di ujung pembicaraan.

Mas Suryat diam sejenak.

Katak dalam hatinya membisikkan sebuah dilema: masih mau menikmati berenang di air hangat atau langsung loncat saja sekarang?